Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Memahami Diri: Antara Persepsi, Ketidaktahuan, dan Kesadaran

30 Juli 2020   07:36 Diperbarui: 8 Agustus 2020   21:26 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: all4desktop.com

Memahami diri sendiri adalah awal dari semua kebijaksanaan. - Aristoteles

Satu-satunya anugrah yang tidak didapatkan oleh makhluk lain selain manusia adalah kemampuannya dalam berpikir. Pikiran yang begitu kompleks menuntut manusia untuk terus berusaha memahami pikiran itu sendiri. 

Rasa marah, benci, dendam, merasa selalu benar, takut akan sesuatu, kesemuanya itu berasal dari dalam diri manusia yang harus bisa dipahami. Ketika manusia sudah bisa memahami semua yang ada dalam dirinya, maka saat itulah manusia akan lepas dari perasaan-perasaan buruk yang menyelimutinya.

Memahami pikiran artinya memahami diri, salah satunya adalah soal persepsi kita. Dunia kita adalah persepsi kita. Dunia adalah dunia sebagaimana kita mempersepsikannya. Itulah argumen yang diajukan oleh George Berkeley lebih dari dua ratus tahun silam. 

Sikap kita terhadap orang lain dan dunia sebagai keseluruhan sangat tergantung dari persepsi yang bercokol di kepala kita. Baik yang kita persepsikan maka baik pula cara kita menyikapi setiap persoalan yang kita hadapi. 

Akan tetapi, persepsi yang ada di kepala kita seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Persepsi yang salah inilah yang akhirnya melahirkan konik dan berbagai ketegangan dalam hidup manusia, baik pada tingkat pribadi maupun sosial. 

Sehingga, orang yang merasa bahwa persepsinya merupakan kebenaran mutlak dan sesuai 100 persen dengan kenyataan, adalah orang yang hidup dalam delusi. Yaitu suatu ketidakmampuan dalam membedakan antara kenyataan dan ilusi.

Persepsi tidak jauh berbeda dengan konsep, namun ia bukanlah kenyataan. Ia adalah bentuk abstraksi yang dihasilkan oleh pikiran manusia. Ketika sebuah peristiwa kita bungkus dalam konsep, ketika itu pula, ia bukan lagi kenyataan.

Konsep memisahkan kita dari kenyataan, dan bahkan bisa mengurung kita ke dalam kesalah pahaman apabila hal tersebut tidak bisa kita bedakan. Berpikir konsep sebagai sebuah kenyataan adalah salah satu kesalahan terbesar. 

Ini sama halnya seperti berpikir bahwa persepsi adalah realita. Kita menderita, ketika kita tercabut dari kenyataan, dan terkurung di dalam konsep. Ini sama seperti penderitaan yang kita alami, ketika kita hidup dalam persepsi. Pengaruhnya juga terasa di dalam hubungan dengan orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun