Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Wajah AS Pasca Kasus George Floyd: Tinjauan Kritis terhadap Duduk Perkara yang Terjadi

4 Juni 2020   16:00 Diperbarui: 4 Juni 2020   16:16 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Munshots/Unsplash)

Perlu diketahui, sebelum kejadian tersebut, penangkapan itu terjadi bukan tanpa sebab, akan tetapi ada aksi-reaksi di antara kedua belah pihak. Pada saat penangkapan itu terjadi, Floyd sempat melakukan perlawanan walaupun memang tidak besar, tapi pertanyaannya? Sejauh mana orang tersebut bisa dikatakan tidak ada perlawanan dan murni tidak melawan atau tidak ada perlawanan memang karena di bawah ancaman dan tidak memiliki kekuatan lebih.

Apa yang terjadi di video mungkin secara gamblang memperlihatkan bagaimana perlawanan itu terjadi ketika Floyd melakukan penolakan untuk diborgol oleh Thomas Lane. Padahal, secara jelas, Lane telah menodongkan pistol agar Floyd tidak melakukan perlawanan. Secara jelas memang disini seharusnya sebagai tersangka, Floyd secara wajib harus mengikuti aturan sebagai wujud warga yang taat hukum dan prosedur. Namun secara wajar juga, tidak ada orang yang dituduh sebagai tersangka langsung menerima begitu saja tanpa ada refleks perlawanan.

Artinya, Floyd bisa dimungkinkan untuk melakukan perlawanan lebih jauh ketika pada saat itu dia membawa senjata dan tidak di bawah ancaman besar. Kesimpulannya, Floyd belum tentu bisa dikatakan secara murni tidak melawan, karena bisa saja hal tersebut terjadi, memang karena Floyd juga tidak sama-sama membawa senjata dan tidak berdaya pada saat itu.

Pemicu polisi Chauvin melakukan tindakan tegas yang belebihan

Hingga saat ini, sebenarnya video tersebut belum bisa menjadi bukti valid apakah memang benar Floyd terbunuh karena polisi tersebut, atau semacam ada aksi-reaksi di antara keduanya. Peninjauan yang bisa dilihat kemudian dari video ini adalah bagaimana dari sisi psikologis dari polisi Chauvin tersebut, hingga kemudian dia melakukan tindakan yang melebihi batas. Apakah hal ini memang ada rasa amarah hingga kemudian tidak sengaja melakukan pembunuhan terhadap Floyd atau memang sengaja melakukan pembunuhan terhadap Floyd.

Sederhananya, jika kita melihat hukum kita sendiri pun, dalam Hukum Pidana, jika memang tidak ada niat untuk membunuh, maka dia tidak bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan, kaitannya yakni bagaimana adanya mens rea dan actus rea di dalamnya.

Pertanyaan sederhananya, apakah memang polisi tersebut berniat melakukan pembunuhan terhadap Floyd? Netralnya, jika ada aksi maka pasti ada reaksi, jika kita dipukul oleh seseorang, maka tentunya kita pasti akan membalas pukulan itu karena pengaruh refleksitas dalam diri kita yang merasa tersakiti dengan apa yang di lakukan. Namun persoalannya, sejauh mana Floyd melakukan perlawanan terhadap Chauvin? Karena yang sempat mendapatkan perlawanan adalah pada saat polisi Lane yang memberikan borgol pertama, yang seharusnya pergolakan itu terjadi antara Lane dengan Floyd bukan Chauvin dengan Floyd.

Pertanyaan sederhananya lagi, apa hal yang mendasari Chauvin melakukan hal berlebihan seperti itu? Apakah karena Floyd berkulit hitam, ataukah memang Chauvin memliki riwayat psikologis demikian? Karena memang jelas terlihat tidak ada perdebatan sengit antara Chauvin dengan Floyd yang memicu Chauvin melakukan tindakan tegas. Pemanggilan ambulans tetap tidak merepresentasikan bagaimana toleransi terhadap perlakuan Chauvin kepada Floyd, karena pemanggilan ambulans pun dilakukan ketika Floyd sudah tidak bisa bergerak dan bangun  yang kemungkinan bisa saja terjadi adalah dia meninggal sebelum ambulans datang.

Setelah kita melihat analisa kronologis dari video tersebut, sejenak kita akan melihat bagaimana rasisme itu berjalan seperti yang dikatakan oleh banyak orang saat ini terkait kasus Floyd. Tak ayal, banyak orang melihat apa yang dilakukan oleh Chauvin terhadap Floyd adalah kasus rasisme.

Namun bukan tidak mungkin, hal ini dipicu justru dari sisi psikologis Chauvin yang memiliki sisi emosionalitas yang tinggi terhadap segala sesuatu hal yang kecil. Seorang mantan pemilik klub El Nuevo Rodeo bernama Maya Santamaria pernah mempekerjakan Chauvin sebagai satpam di luar dinas dan bahkan juga pernah berada dalam satu instansi dengan Floyd di klub itu dimana Floyd berprofesi sebagai satpam. Maya mengatakan bahwa Polisi Chauvin ini selalu mudah untuk marah dan membesar-besarkan masalah yang memang menurutnya tidak perlu untuk dibesarkan (https://www.kompas.com/global/read/2020/05/30/070000070/george-floyd-dan-polisi-derek-chauvin-pernah-bekerja-bersama-di-sebuah?page=2). Walaupun memang belum merepresentasikan secara penuh terkait sisi psikologis Chauvin, namun ada indikasi dan kemungkinan bahwa memang ada yang berbeda dari sisi emosionalitas dari Chauvin itu sendiri.

Tambahan lagi, Chauvin memiliki beberapa rekam jejak terkait keterlibatannya dalam kasus penembakan oleh polisi. Dalam artian disini dapat kita analisa, bahwa apa yang dilakukan Chauvin bukan karena siapa, tapi memang karena bagaimana, bukan karena siapa yang dia bunuh dan dia siksa, tapi lebih kepada bagaimana hal yang mendasari Chauvin melakukan hal tersebut karena memang kebiasaannya seperti itu, artinya terlepas dari siapa yang dia hadapi dan dia lawan, baik yang dia hadapi itu berkulit putih atau berkulit hitam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun