Mohon tunggu...
Hamdani Pasai
Hamdani Pasai Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Guru pemerhati bahasa dan sastra "Sejarah adalah bayangan masa lalu yang selalu mengikuti pejuangnya"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Lagu di Persimpangan Jalan" Goresan Pena Mahdi Idris dalam Sebuah Tembang Puisi

26 Maret 2020   17:29 Diperbarui: 27 Maret 2020   14:21 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mahdi Idris mengungkapkan bahwa puisi tak pernah mati. Ia ingin karya yang ia tulis selalu dibaca sepanjang zaman, nama Mahdi Idris terus hidup di hati dan jiwa para pengagum puisi yang ia tulis. Puisi tak pernah mati menurut pandangan Mahdi Idris, namun puisi akan pudar perlahan-lahan serta layu seiring waktu yang berputar. Hanya Allah Yang Maha Hidup dan Allah Yang Maha Kekal.

Bagi para penulis menduduki posisi terhormat di atas mimbar pendidikan. Para penulis namanya akan abadi sepanjang zaman bersama karya yang ia tulis, meskipun jasadnya telah terbujur di pembaringan terakhir, karena para penyair juga akan mati. Namun suatu kehormatan bagi para penulis, ia meninggalkan jejak-jejak sejarah melalui goresan pena yang ia wariskan melalui buku-buku karya yang ditulisnya. Semoga.

Mahdi Idris sebagai salah satu contoh penulis yang berpandangan jauh ke depan, ia memiliki cita-cita yang panjang. Seperti yang pernah diungkapkan Chairil Anwar "Aku ingin hidup seribu tahun lagi" dalam puisi berjudul "Aku", namun sayang! Chairil Anwar dipanggil oleh Allah Yang Maha Kuasa pada usia muda, ia meninggal pada umur 27 tahun. Tetapi karena kegigihan Chairil Anwar dalam menulis puisi, namanya dan puisi-puisi Chairil Anwar hidup dan masih bisa dibaca pengagumnya sampai seribu tahun lagi.

"Menulislah walau hanya beberapa kalimat yang mengandung hikmah dan petuah, yang menjadi madu bagi pembaca, yang akan diteguk di surga nantinya. Janganlah engkau menulis kalimat panjang lebar, yang menjadi racun bagi pembaca, racun yang akan engkau teguk di neraka nantinya," (Hamdani Mulya).

Demikianlah risalah ringkas ini, semoga bermanfaat bagi pengembangan karya sastra yang bercorak religius. Karya sastra sebagai media dakwah yang mengandung pesan dan petuah. Berdakwah melalui karya sastra. Salam dari Aceh, Serambi Mekkah.

Aceh Utara, 24 Maret 2020.

Riwayat Singkat Penulis:

Hamdani Mulya adalah nama pena dari Hamdani, S.Pd seorang guru di Lhokseumawe, Aceh. Pemerhati bahasa dan sastra, Penulis buku Sajak Secangkir Air Mata (Syair Orang Sehat, 2019). Karyanya dimuat dibeberapa media cetak dan online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun