Mohon tunggu...
Hamdani Pasai
Hamdani Pasai Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Guru pemerhati bahasa dan sastra "Sejarah adalah bayangan masa lalu yang selalu mengikuti pejuangnya"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Lagu di Persimpangan Jalan" Goresan Pena Mahdi Idris dalam Sebuah Tembang Puisi

26 Maret 2020   17:29 Diperbarui: 27 Maret 2020   14:21 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lalu Mahdi Idris mengakhiri puisi tersebut dengan larik berikut:

Aceh, adalah rindu yang menggebu

Tempat memulang diri pada cinta anak-cucu

Agar kesetiaan takkan pudar

Sampai segala cinta melekang diri di dada

(Mahdi Idris, hal 42-43)

Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan penyair nasional Cecep Samsul Hari bahwa Mahdi Idris menulis sajak-sajaknya tanpa pretensi menaklukkan bahasa. Sangat terlihat bahwa baginya, puisi adalah interiorisasi atas kumpulan pengalaman pribadinya sebagai hamba Tuhan, sebagai penyair, dan sebagai putra Aceh yang sangat mencintai tanah kelahirannya.

"Mahdi Idris tidak saja mengenalkan kita pada kenangan negeri, pun kita diajak pula dalam percakapannya dengan dengan Tuhan," ungkap Asrizal Nur penyair asal Depok, Jawa Barat di sampul belakang buku berwarna putih berlukisan pemandangan alam.

Hal tersebut dapat dipahami dan ditangkap dari pesan moral yang disampaikan Mahdi Idris dalam puisi berjudul "Doa" pada bait berikut:

Ya Allah, akulah jiwa dina antara para abdi

biar sorga takkan lekat harumnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun