Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengenang Manis dan Pahit Gaji Pertama sebagai Guru Honorer

28 Mei 2025   22:46 Diperbarui: 28 Mei 2025   22:46 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gaji pertama (Sumber: Shutterstock via Kompas.com)

Memang kalau bicara soal mandiri, berdikari, setiap orang mempunyai kisah menarik yang selalu layak untuk didengar. Pekerjaan pertama yang menghasilkan gaji pertama. Pasti sangat berkesan. Apalagi kalau menempuh perjalanan "berdarah-darah" untuk memperoleh gaji pertama. 

Sebetulnya saya tidak ingin membahas tentang gaji pertama yang bisa dikatakan "membuka luka lama". Luka lama yang sudah kering kembali berdarah. Tapi, di balik segala kesulitan dan kondisi prihatin saat mendapatkan gaji pertama, ada hal-hal berharga yang bisa saya dapatkan, yang menjadi fondasi awal akan pentingnya kompetensi dalam bekerja dan komitmen dalam menjalankannya.

Awal mula mendapatkan pekerjaan pertama

"Mau kamu, Ton, jadi guru bahasa Inggris di SD-ku?"

Tawaran ini datang tiba-tiba di sore hari yang sejuk, ketika Dani (nama samaran), anak Pak RT, sedang bercengkerama dengan Pak RT dan Bu RT di teras rumah mereka. Saya kebetulan baru pulang dari kuliah pada jam lima sore.

Awalnya saya ragu untuk menerima pekerjaan tersebut, karena saya masih berstatus mahasiswa baru di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Saya merasa belum cukup punya ilmu dalam mengajar, dan tentu saja tidak punya pengalaman dalam mengajar sama sekali. Tapi setelah berpikir panjang, saya memutuskan menerima. Pertimbangan "ini adalah peluang untuk menimba pengalaman" serta "akan menjadi wadah yang tepat untuk menerapkan ilmu mengajar dan mendidik yang sudah didapat dari bangku kuliah" menjadi dua alasan kenapa pada akhirnya saya menerima tawaran pekerjaan sebagai guru honorer di salah satu SD Negeri di Samarinda (biarlah nama SD Negeri tersebut tetap anonim).

Saat itu krisis moneter melanda dunia, dan Indonesia tanpa terkecuali. Mendapat pekerjaan untuk memperoleh penghasilan tentu saja merupakan keuntungan yang sangat berharga di masa sulit tersebut. Dan, sebagai insan yang baru pertama kali bekerja, kesalahan terbesar yang saya lakukan adalah saya tidak menanyakan berapa honor saya dalam sebulan karena tertutupi oleh rasa senang diterima bekerja di SD tersebut.

Saya menjalani profesi anyar saya dengan semangat tinggi. Mempersiapkan materi ajar. Membuat media mengajar seperti gambar. Semua upaya dikerahkan demi menunjukkan kualitas dalam diri terpancar.

Jatuh bangun dilalui. Proses demi proses dijalani dengan gagah berani. Dua minggu terlewati, dan sekarang awal bulan, gaji sudah menanti.

Amplop putih sudah di tangan. Honor berada di dalam amplop. Berapa? Dengan jantung berdebar, saya membukanya di rumah. Hasilnya membuat saya tercengang.

Dua puluh lima ribu rupiah!

Sungguh tak terduga. Saya tidak menyangka kalau mendapat honor seminim ini. Tapi saya masih positif dalam melihatnya. "Mungkin karena aku masuk di tengah bulan," begitu pemikiran saya saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun