Jadi, fokus pada keaktifan peserta didik.
2. Menimbang kemampuan berbahasa Inggris peserta didik
Ini yang terkadang tidak dilakukan oleh kebanyakan guru bahasa Inggris yang saya lihat dan kenal. Mereka berbicara panjang kali lebar kali tinggi dalam bahasa Inggris kepada peserta didik selama proses belajar mengajar berlangsung.
Sang guru perlu menimbang kemampuan berbahasa Inggris peserta didik. Untuk apa menyampaikan materi pelajaran dalam bahasa Inggris secara penuh, tapi kebanyakan peserta didik tidak mengerti materi yang sedang dipelajari?
Jadi terkesan sia-sia dan ujung-ujungnya hasil dari proses belajar mengajar tidak seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, sesuaikan bahasa Inggris yang digunakan dalam proses belajar mengajar dengan kemampuan berbahasa Inggris peserta didik. Jangan "mengharamkan" penggunaan bahasa Indonesia dalam pembelajaran bahasa Inggris. Perlu penataan porsi yang tepat dalam menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, karena lebih baik bermakna, dimengerti, daripada disalaharti.
3. Merancang program pembelajaran yang efektif dan efisien
Gagal dalam perencanaan berarti merencanakan kegagalan itu sendiri.
Saya tidak pernah bosan untuk mengatakan ini, meskipun proses perencanaan tidak menyamankan. Namanya proses, ada lika-liku, dinamika, dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
"Ilmunya sudah ada di sini," kata Randi (bukan nama sebenarnya), salah seorang rekan guru di masa lalu, sewaktu saya menanyakan tentang persiapan sebelum mengajar. Menunjuk kepalanya. Itulah yang Randi lakukan sewaktu saya bertanya tentang persiapan sebelum mengajar.
Kebanyakan guru (baik itu guru bahasa Inggris maupun bukan) terlalu mengagungkan pengalaman mengajar bertahun-tahun yang hanya menganut satu metode mengajar, yaitu metode ceramah yang membosankan.
Setelah pengaplikasian metode, kebiasaan membebani peserta didik dengan segebung pekerjaan rumah juga dianut mayoritas guru yang saya kenal.
Begitu terus pola tersebut berulang-ulang dilakukan sampai mereka pensiun.