Pertama, guru yang tidak banyak bicara dalam bahasa Inggris, tetapi lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam menjelaskan. Murid tidak diwajibkan berbahasa Inggris selama pelajaran bahasa Inggris berlangsung.
Kedua, guru banyak mendominasi dalam proses belajar mengajar. Full English. Peserta didik diwajibkan berbahasa Inggris saat berbicara dan bertanya.
Kebanyakan guru bahasa Inggris yang saya lihat berada dalam tipe pertama. Hanya sedikit guru bahasa Inggris yang termasuk dalam tipe kedua, seperti Dani yang sudah kita bahas di awal tulisan,
Sebenarnya, kalau mau ditarik benang merahnya, guru ingin peserta didiknya "bisa" "Membisakan", bukan "Membisukan".
Bahasa Inggris adalah keterampilan, Untuk menjadi terampil, seseorang harus aktif. Aktif bertindak. Aktif belajar. Aktif mempraktikkan.
Saya jarang sekali melihat guru-guru bahasa Inggris yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan berbicara (Speaking). Bagaimana dengan menulis (Writing)? Bisa dikatakan, peserta didik hanya terbatas menulis jawaban soal ketimbang menulis artikel atau puisi dalam bahasa Inggris.
Tak heran, yang menyukai mata pelajaran bahasa Inggris hanya segelintir peserta didik. Bisa dihitung dengan jari.
Peserta didik sudah seharusnya aktif dalam proses belajar mengajar. Pendidik, dalam hal ini guru bahasa Inggris, berkewajiban memfasilitasi peserta didik dengan berbagai kegiatan yang "mengaktifkan" peserta didik.
Misalnya, daripada sekadar mengeja satu per satu abjad dalam bahasa Inggris secara biasa, kenapa tidak melatih pengucapannya lewat lagu ABC Song?
Saya juga pernah menggunakan strategi "Class Survey" yang melatih kemampuan "menyatakan kebisaan (ability)" dengan yang kata "can", tapi sebelumnya harus menanyakan kebisaan peserta didik.
Alih-alih bertanya langsung pada peserta didik, saya meminta mereka bertanya langsung pada teman-teman di kelas. Caranya? Mungkin akan saya bahas di tulisan, yang lain. Kalau diulas di mari, bisa panjang kali lebar kali tinggi, hehehe.