Bicara soal warisan bukan hanya menyangkut tentang hikmat pengetahuan dalam bentuk hasil didikan. Warisan juga bukan terbatas pada harta benda seperti uang, emas, perak, dan lain sebagainya.
Warisan yang "bermanfaat" di sini bisa juga dalam bentuk bisnis, properti, saham, dan lain-lain, yang bisa menjadi sumber pemasukan bagi anak tersebut, sehingga anak itu bisa menghidupi dirinya saat kelak dewasa dan ketika sudah berkeluarga.
Raja Aji Muhammad memberikan hadiah pernikahan berupa sebuah wilayah teluk yang sangat menawan bukan tanpa sebab. Aji Tatin dapat menarik upeti dari rakyat yang tinggal di wilayah tersebut, sehingga dia bisa memperoleh pendapatan yang bisa digunakan untuk keperluan diri dan kerajaannya.
Tentu saja, dengan adanya didikan yang baik dan benar dari kedua orangtuanya, Aji Tatin dapat memerintah dengan bijaksana, sehingga upeti tetap mengalir ke kas kerajaan.
Yang menjadi keprihatinan saya, kebanyakan orangtua hanya berpikir kalau warisan itu "hanya" berbentuk uang dan tanah, sehingga kalau mereka sudah tiada, pesan mereka kepada putra-putri adalah harta dibagi sama rata dan dibagi secara adil ke seluruh anggota keluarga.
Dan putra-putri yang mendapat "durian runtuh" tadi pada umumnya menghabiskan uang warisan tanpa menyadari betapa susahnya orangtua dalam mendapatkannya dulu. Uang habis, hidup putra-putri menjadi susah.
Belajar dari Raja Aji Muhammad yang tidak hanya mendidik putrinya supaya menjadi calon penerus kerajaan yang bijak dan bertanggung jawab, tapi juga mengajari Aji Tatin sehingga dia mampu mengelola wilayah yang menjadi sumber penghidupannya.
Bukan sekadar memberi ikan, tapi juga pancingnya.
3. Berhati-hatilah dalam segala situasi
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.
Bencana dapat terjadi kapan saja. Dari cerita ini, kita bisa belajar bahwa kehati-hatian sebelum bertindak sangatlah perlu demi menjaga keberlangsungan hidup yang aman dan sejahtera.
Apa pun juga yang kita ingin lakukan, pertimbangkan dengan matang sebelum melangkah.