Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

3 Langkah Efektif untuk Menjadi Pendengar yang Baik

28 Oktober 2019   20:50 Diperbarui: 28 Oktober 2019   21:06 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : motivasinews.com

"Ikuti, seminar menjadi presenter yang handal. Anda akan dididik menjadi pembicara yang efektif, menarik, berwibawa, mampu membawakan materi yang cetar membahana, dan seabrek keuntungan lainnya. Hubungi CP. 08xxxxxxxx."

Sering mendengar iklan seperti ini?

Saya dulu sering membaca di suratkabar atau majalah, dan juga sering mendengar di radio atau menonton iklan semacam ini di televisi.

Sekarang, meskipun tidak segencar dulu, masih ada beberapa seminar sejenis.

Seandainya ada seminar menjadi pendengar yang baik, apakah ada yang akan mengikuti?

Sepertinya tidak, karena pasti kebanyakan orang menganggap kalau mendengar itu bukan skill, bukan keterampilan seperti berbicara.

Padahal, mendengar pun termasuk skill. Makanya ada mata kuliah Listening Comprehension waktu saya kuliah dulu di FKIP Prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Pemahaman Mendengarkan wajib dipunyai oleh setiap mahasiswa FKIP Prodi Pendidikan Bahasa Inggris yang mengaku calon guru bahasa Inggris. Kalau tidak menguasai dan kemudian dapat nilai jelek di TOEFL, apa kata dunia ^_^?

Sayangnya, setahu saya, tidak ada workshop atau seminar untuk menjadi pendengar yang baik. Sebenarnya, hal ini, keterampilan mendengar dengan baik, adalah kunci menjadi pembicara yang baik. Tak mungkin menjadi pembicara yang baik kalau tidak tahu apa yang dibutuhkan oleh pendengar, sehingga menjadi pendengar yang baik harus dikuasai terlebih dahulu, sehingga sewaktu menjadi pembicara, sudah tahu apa yang dibutuhkan oleh pendengar.

Menurut pengalaman saya, ada 3 langkah efektif untuk menjadi pendengar yang baik. Tiga langkah ini menurut saya, sangatlah manjur dalam melatih ketrampilan ini.

1. Ada kontak mata

"I don't trust most of 'orang Indonesia', because they don't see my eyes when they talk to me."

Ini adalah perkataan dosen saya dulu, sebut saja Josh Ryan, yang mengajar saya dan teman-teman waktu kami kuliah saat itu, bertahun-tahun yang lalu (Sekarang beliau tidak mengajar di universitas kami. Saya kehilangan kontak dengan beliau.).

Bukan hanya sekali saya mendengar hal ini. Beberapa kenalan saya, yang juga orang bule seperti Josh Ryan, juga bertutur yang kurang lebih sama.

Bagi mereka, ketiadaan kontak mata menimbulkan rasa tidak suka dan tidak percaya.

Tidak suka, karena berarti perkataan orang-orang bule tadi tidak didengarkan dengan saksama oleh lawan bicara. Bagi mereka, kontak mata menunjukkan fokus sepenuhnya, seratus persen pada percakapan lawan bicara.

Tidak percaya, karena bagi mereka, orang-orang yang tidak berani menatap mata, bisa dikategorikan sebagai orang yang tidak jujur, orang yang tidak bisa dipercaya.

Memang agak susah kalau berkaitan dengan kontak mata, karena kebanyakan, kalau di kebiasaan kita, orang timur, terutama di Indonesia, menatap mata orang lain dalam waktu lama terkesan 'menantang'. Apalagi, kalau ada anak nakal di sekolah yang menatap mata gurunya dengan lebar. Dulu dianggap kurang ajar, karena terlihat tidak sopan dan seakan tidak sadar akan kesalahannya.

Namun, dulu dengan sekarang jelas berbeda. Apalagi dengan adanya gawai yang kebanyakan mengganggu fokus, sehingga terkesan tidak memperhatikan dengan sepenuhnya, tidak mendengar dengan sejelas-jelasnya, karena perhatian terbagi. Telinga mendengar suara lawan bicara dan perkataan-perkataan sang lawan diproses di otak untuk mendapatkan makna yang terkandung di balik ujaran-ujaran tadi. Di sisi lain, perhatian mata tertuju pada layar ponsel pintar dan otak juga berusaha menterjemahkan makna yang ada dalam berita daring atau tulisan di medsos.

Dua kegiatan yang terjadi secara bersamaan.

Tidak heran, ada kesalahpahaman dalam menangkap pesan. Pesan dari lawan bicara ditangkap secara keliru. Arti dari tulisan di medsos dimaknai sebagai kebenaran, padahal belum tentu benar adanya.

Sekiranya Anda tidak berkontak mata dengan lawan bicara, mulai sekarang arahkan fokus mata Anda pada bola mata lawan bicara. Dengan begitu, lawan bicara akan menganggap Anda menghargai dia, sehingga dengan begitu, dia pun akan menghargai Anda.

2. Dengarkan lawan bicara sampai dia selesai bicara

Ini juga salah satu yang menjadi masalah bagi kebanyakan orang, apalagi di zaman sekarang yang sudah terganggu secara masif oleh kecepatan internet, sehingga kalau ada lawan bicara mengutarakan pendapat yang 'sedikit' lebih panjang; kecenderungan memotong lawan bicara, menginterupsi, menyela, biasanya akan terjadi seketika.

Apa susahnya menunggu lawan bicara selesai mengutarakan pendapat atau unek-uneknya?

Terlepas dari setuju atau tidak, biarkan lawan bicara menyelesaikan bicaranya. Setelah yakin sudah selesai, baru Anda mengutarakan pendapat Anda.

Saya percaya, seandainya ada orang lain yang menyela, memotong pembicaraan Anda, padahal Anda belum selesai berbicara, Anda pasti tidak suka. Nah, jangan lakukan hal yang sama, jika Anda tidak mau diperlakukan seperti itu.

Hargai, tunggu sampai lawan bicara usai mengutarakan pendapat atau masalah.

3. Jangan memaksakan "ukuran pakaian" Anda pada lawan bicara

"Ini maksudnya menyuruh orang lain memakai pakaian saya?"

Mungkin Anda berpendapat begitu ^_^.

Bukan. Ini hanya sekadar analogi.

Maksudnya adalah Anda sebaiknya tidak memaksakan kehendak Anda, opini Anda pada lawan bicara. 

Kenapa sebaiknya tidak?

Karena pada dasarnya manusia tidak mau dipersalahkan. Pasti ingin membela diri kalau ada yang menyalahkan.

Saya yakin Anda pun seperti itu juga.

Nah, kalau tidak ingin dipersalahkan, untuk apa menyalahkan orang lain?

Tapi bukan berarti tidak bisa memberikan masukan atau wawasan.

Bisa memberikan pendapat, tapi dengan baik dan sopan.

Jangan seperti cara-cara berikut :

"Kamu salah. Seharusnya ...."

"Pikir dulu sebelum bertindak. Ceroboh sekali kamu. ...."

"Harusnya jangan begitu. ...."

Bisa dipastikan, lawan bicara tidak akan mau berbicara lagi pada Anda di waktu mendatang, kalau beberapa kalimat di atas yang menjadi andalan Anda.

Berbeda kalau beberapa tanggapan di bawah yang digunakan:

"Saya bisa mengerti kondisi Anda. ...."

"Seandainya saya dalam posisi Anda, saya kemungkinan juga akan melakukan hal yang sama. ...."

"Kalau boleh, saya ingin menyarankan ...."

Tidak terkesan memaksakan kehendak bukan ^_^?

Latar belakang pendidikan, keluarga, sosial, ekonomi, dan lain-lain berbeda pada masing-masing orang. Bagi Anda, masalah lawan bicara terlihat sukar; namun bagi lawan bicara, mungkin masalahnya sangat mudah diatasi. Begitu juga sebaliknya. Apa yang Anda anggap gampang, belum tentu sama pandangannya dengan lawan bicara yang menganggap susah suatu masalah.

Intinya, setiap orang punya paradigma yang berbeda, selera akan makanan yang berbeda, dan juga minat yang berlainan.

Ibarat ikan yang mengajari burung berenang, tentu saja tidak akan mungkin. Begitu juga sebaliknya, burung mengajari ikan untuk bisa terbang. Sungguh mustahil terjadi.

* * *

Tiga langkah efektif untuk menjadi pendengar yang baik, cukup menjadi modal bagi Anda, dalam menggapai ketrampilan mumpuni sebagai pembicara yang baik.

Ibarat penulis yang baik tergantung pada kebiasaan membaca yang juga sama baiknya.

Begitu juga dengan berbicara. Untuk memperoleh ketrampilan berbicara yang baik tergantung oleh ketrampilan mendengar yang juga sama jossnya.

Jadi, terus asah ketrampilan mendengar Anda. Bukan sekadar untuk menjadi pembicara yang baik, namun juga untuk menjalin komunikasi yang baik dengan teman dan saudara.

Dengan begitu, menjadi pendengar yang baik adalah suatu keniscayaan.

"Menjadi pendengar yang baik, dasar dari penguasaan bahasa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun