Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Adakah di Antara Anda yang Bisa Memilih Lahir dari Suku, Agama, Ras, dan Golongan Tertentu?

22 Agustus 2019   09:15 Diperbarui: 22 Agustus 2019   11:22 1545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : www.aksipost.com

Dulu dosen saya menjelaskan kepada kami, para mahasiswa, calon guru, bahwa kalau seandainya ada murid yang bertanya, dan kami tak dapat menjawab pertanyaan itu, karena tidak tahu jawabannya, maka jujur saja. Akui pada murid, "Maaf, bapak/ibu tidak tahu. Bapak/Ibu akan menjawabnya di pertemuan berikut." Dengan begitu, sebagai guru, kami tidak memberikan jawaban yang menyesatkan, salah, sehingga menyesatkan pemahaman murid-murid kami saat itu dan seterusnya sampai di masa depan saat anak-anak itu dewasa. Guru pun juga manusia. Bisa tidak tahu, karena kemampuan terbatas adanya.

Penyebab #2 - Menilai orang lain dari segi "fisik" belaka

Fisik bukan segalanya. Kecantikan, kegantengan, semua akan sirna ditelan usia. Hitam, putih, kuning, sawo matang, semua itu Tuhan yang mengatur. Ada maksud Tuhan dibalik itu semua.

Sayangnya, mungkin juga karena sering menonton tayangan-tayangan alay di televisi dan bergaul dengan teman-teman yang kurang baik, serta lingkungan keluarga yang tidak perhatian pada pendidikan moral anak, menyebabkan penghargaan pada orang lain sangatlah minim. Malah, lebih banyak persekusi dan rasisme yang muncul.

Misalnya, teman saya, sebut saja Rudi, sering diolok oleh anak-anak kecil di sekitar rumahnya.

"Om jelek, Om jelek."

Begitulah julukan anak-anak kecil di lingkungan area rumah terhadap dirinya.

"Kamu tidak marah, Rud?" tanya saya, geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak-anak itu. Kurang ajar betul sama orangtua, pikir saya.

"Untuk apa marah? Aku malah kasihan sama anak-anak kecil itu," jawab Rudi santai sambil meminum teh hangatnya.

"Lho, kok malah kasihan?"

"Orangtua mereka sibuk kerja, sehingga anak-anak itu keluyuran setiap hari, tidak terurus. Pergaulan buruk merusak kebiasaan yang baik. Mengolok orang jadi terkesan biasa karena pergaulan buruk tadi," kata Rudi.

Rudi melanjutkan, "Mereka tidak berkaca, bahwa diri mereka secara fisik tidak juga lebih baik dariku. Dan mereka tidak tahu kalau ketrampilan dan karakter lebih penting dari fisik. Biarpun orangnya cacat secara fisik, tapi kalau karakternya jujur, baik, sopan, rajin, dan punya ketrampilan tertentu yang dibutuhkan orang banyak, dia lebih berharga daripada orang-orang yang secara fisik sempurna, tapi suka nyinyirin rupa orang lain."

Penyebab #3 - Memandang derajat diri lebih tinggi daripada orang lain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun