Hari Buku Nasional merupakan sebuah momentum untuk mengingat kembali pentingnya budaya membaca dan menulis di tengah derasnya arus informasi digital.Â
Hari Buku Nasional pertama kali dicetuskan pada tahun 2002 oleh Abdul Malik Fadjar, Menteri Pendidikan dalam masa Kabinet Gotong Royong. Momentum ini sebagai langkah strategis untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia.
Pemilihan tanggal 17 Mei sebagai peringatan Hari Buku Nasional di Indonesia bukan pemilihan asal-asalan. Tanggal 17 Mei bertepatan dengan berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).Â
Melalui peringatan ini, diharapkan kesadaran literasi bangsa dapat tumbuh, terutama di kalangan generasi muda yang kini hidup di era digital dan serba instan.
Namun seiring waktu, muncul pertanyaan reflektif yang penting untuk direnungkan: masih relevankah buku di era sekarang? Masihkah buku pantas menyandang gelar sebagai jendela dunia?
Peran Buku Melalui Berbagai Zaman
Buku, sejak dahulu merupakan alat utama untuk menyimpan dan menyebarkan pengetahuan. Buku menjadi perantara dari generasi ke generasi, dari satu gagasan ke gagasan lain yang semakin luas, dari satu tempat ke tempat yang tak terjangkau kaki dan mata.
Namun di era sekarang ini, buku bersaing ketat dengan media informasi lain. Internet menawarkan informasi dalam hitungan detik. Video dan podcast menyuguhkan materi secara visual dan audio yang lebih menarik dan cepat untuk diserap informasinya.Â
Fenomena ini membuat banyak orang merasa tak lagi perlu duduk diam membuka lembaran halaman. Buku seolah kehilangan pamor di tengah dunia yang menuntut kecepatan dan kemudahan.
Faktanya, buku bukan sekadar alat penyampai informasi. Buku adalah media perenungan. Buku memberi ruang bagi imajinasi, ketenangan untuk berpikir kritis, dan kesempatan untuk mengenal berbagai sudut pandang secara mendalam. Hal yang tak bisa digantikan oleh tayangan kilat di media sosial.
Cerita Kecil dari Seorang Pecinta Buku
Sebagai seseorang yang tumbuh sebagai pecinta buku, saya pribadi merasakan bagaimana buku membentuk cara saya melihat dunia. Saya melalui masa di mana mengakses informasi tak sekilat internet sehingga senikmat itu membaca buku.Â