Mohon tunggu...
Haliza Nathasya
Haliza Nathasya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Universitas Sriwijaya

Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Isu Kontemporer Dampak Nasionalisme Vaksin terhadap Masyarakat Semanjung Afrika

5 Desember 2021   15:24 Diperbarui: 5 Desember 2021   15:40 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena pandemi virus Covid-19 memberikan berbagai macam problematika baru dalam aspek hubungan internasional. Dalam sektor keamanan internasional, pandemi virus Covid-19 kembali menekankan pentingnya untuk menaruh perhatian lebih pada aspek-aspek keamanan non tradisional seperti isu kesehatan. 

Dalam sektor ideologi politik, pandemi virus Covid-19 berkembang bersamaan ketika kepemimpinan politik ala "Populisme" yang mengusung pemikiran Ultranasionalisme dan cenderung anti-sains menyebar diberbagai kawasan seperti Eropa, Amerika dan Asia (Mas'udi & Winanti, 2020). Selain itu dalam sektor teknologi, pandemi virus Covid-19 kembali memperlihatkan kesenjangan kemajuan teknologi antar negara-negara maju dengan negara berkembang dan kurang berkembang dalam proses indentifikasi potensi ancaman dari virus tersebut. 

Seluruh negara diharapkan memiliki sistim kesehatan yang bagus dengan disertai memiliki anggaran finansial yang mapan sehingga negara memiliki banyak opsi untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang efektif dalam mencegah efek dari pandemi virus Covid-19.

Harapan banyak negara-negara dalam melakukan program vaksinasi Covid-19 secepat dan sebanyak mungkin dihadapkan berbagai permasalahan lain yaitu produksi vaksin Covid-19 yang terkosentrasi hanya pada berbagai negara-negara maju saja (Ramadhan & Koestanto, 2021). 

World Health Organization (WHO) sebagai institusi internasional dibawah Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak untuk tata kelola kesehatan global juga turut merasakan permasalahan rendahnya tingkat ketersediaan vaksin Covid-19 akibat produksi dan distribusinya secara besar dikuasai oleh beberapa negara maju saja. 

Sekjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus berpendapat bahwa fenomena ini merupakan bentuk dari "Nasionalisme Vaksin" (Farrer, 2020). Negara-negara berkembang dan kurang berkembang yang memiliki kemajuan teknologi lebih rendah dari negara negara maju terpaksa untuk mengantri lebih lama dalam mendapatkan ketersediaan vaksin Covid-19.

Beberapa negara berkembang berasumsi bahwa produksi vaksin Covid-19 dapat ditingkatkan jika unsur hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atas vaksin Covid-19 dapat dihapus (Ramadhan & Koestanto, 2021). Negara-negara berkembang seperti Afrika Selatan dan India telah mengajukan usulan berupa peniadaan HAKI terhadap produksi vaksin Covid-19 kepada Dewan Trade-Related Aspects of Intellectual Property (TRIPS) yang berada dibawah World Trade Organizations (WTO) (Anna, 2020). 

Usulan ini diajukan demi negara-negara berkembang dan tidak berkembang tidak dihadapkan dengan problem HAKI untuk mendorong industri farmasi di masing-masing negara dalam memproduksi vaksin Covid-19. Dalam artikel ini penulis berusaha menjelaskan bahwa fenomena Nasionalisme Vaksin yang terjadi selama pandemi merupakan aplikasi dari perspektif Neomerkantilisme dengan dibalut semangat nasionalisme ekonomi dalam berbagai bentuk proteksionismenya.

  • Rumusan Masalah 

Peluncuran vaksin COVID-19 menghadapi pandemi sebagai pukulan terakhir, dan Afrika telah diundang ke pesta itu. Meskipun hanya sedikit warganya yang divaksinasi, tidak semua orang senang. Pada akhir Februari, ada kegembiraan diam-diam di Abidjan dan Accra -- dua ibu kota yang menggerakkan inokulasi COVID-19 di Afrika. Meskipun demikian, kontradiksi moral mulai terungkap.

Peluncuran vaksin Afrika dikreditkan ke investasi dari pemerintah dan lembaga yang lebih kaya -- dengan rencana untuk memberi insentif kepada perusahaan farmasi untuk memproduksi vaksin COVID-19 untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Inisiatif tersebut antara lain disebut sebagai COVID-19 Vaccines Global Access (COVAX), yang dikoordinasikan oleh PBB. AstraZeneca dari COVAX memasok 99% dari total vaksinasi Afrika, meskipun ada indikasi bahwa akan ada pasokan tambahan dari Rusia.

Analisis awal dari peluncuran vaksin AstraZeneca di Afrika menunjukkan bahwa 64 juta vaksin akan didistribusikan pada akhir Mei -- hanya mencakup 5% dari populasi benua, dibandingkan dengan 20% di AS, dan 34% di Inggris. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun