Mohon tunggu...
Halim Pratama
Halim Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa yang saling mengingatkan

sebagai makhluk sosial, mari kita saling mengingatkan dan menjaga toleransi antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhiri Narasi Konfrontasi Agama dan Pancasila

14 Agustus 2022   08:40 Diperbarui: 14 Agustus 2022   08:43 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pancasila - jalandamai.org

Indonesia adalah negara yang menganut paham kebangsaan (nationstate), bukan negara teokratis yang didasarkan pada ideologi keagamaan tertentu. Hampir semua paham agama-agama besar dunia (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha) hidup dan berkembang di negeri ini. Meskipun umat Islam merupakan kelompok terbesar dari populasi nasional, mereka bersikap terbuka dan toleran terhadap kelompok-kelompok agama yang lain.

Sikap terbuka dan toleran umat Islam dapat kita lihat sejak awal Republik Indonesia berdiri melalui sikap para pemimpin muslim yang semenjak perumusan konstitusi kenegaraan di masa-masa pergolakan kemerdekaan 1945, meski mereka mayoritas namun mereka merelakan Republik Indonesia berdiri tanpa mencantumkan secara formal Islam sebagai dasar negara.

Pancasila dan UUD 1945 pun ditetapkan sebagai dasar negara sebagai bentuk upaya mempersatukan kebhinnekaan yang ada di Indonesia. Perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa tentunya tidak terlepas dari rintangan dan cobaan. Tinjauan historis membawa kita kepada kenyataan bahwa dari zaman kemerdekaan hingga saat ini Indonesia selalu diuji, ada saja yang masih menginginkan penegakan syariat Islam dan menjadikan Indonesia negara Islam.

Kaum fundamentalis, mereka yang gigih berniat menegakkan syariah dan mendirikan khilafah, cenderung radikal dalam usaha mewujudkan niat dan tujuan mereka di Indonesia. Mereka secara terbuka menentang Pancasila, membuat narasi-narasi yang mengonfrontasikan Islam dan Pancasila. Mereka bergerak dengan sangat masif dan terstruktur, menggunakan media apapun untuk mencapai niat dan tujuannya. Jagad maya juga tidak lepas dari kontaminasi narasi konfontrasi tersebut, kita temui di beberapa platform media sosial banyaknya ujaran kebencian dan hoax.      

Dari pengalaman aksi teror di Indonesia kita bisa menarik kesimpulan bahwa aksi teror tersebut bersumber dari ideologi yang mempertentangan agama dan Pancasila. Bak cempedak berbuah nangka, kita dikejutkan oleh Abu Bakar Ba'asyir, pentolan ideologi dan inspirasi gerakan radikalisme di Indonesia, menyatakan bahwa antara Islam dan Pancasila adalah sebuah keselarasan.

Dengan adanya pengakuan Abu Bakar Ba'asyir terhadap Pancasila yang sempat viral di platform media sosial belakangan ini diharapkan mampu menghentikan perdebatan narasi konfrontasi Pancasila dengan agama. Video pengakuan dari Abu Bakar Ba'asyir tersebut juga semakin menegaskan bahwa Pancasila dengan segenap nilai-nilai yang ada di dalamnya itu memiliki korelasi etis dengan prinsip Islam yang rahmat.

Pada dasarnya agama Islam mengajarkan kepada manusia kedamaian dan kesetiakawanan satu sama lain saling hormat menghormati membangun kesetiakawanan baik dalam seagama maupun penganut agama lain. Islam sejatinya adalah agama yang memberikan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman bagi semua makhluknya. Tidak ada satupun ajaran agama yang didalamnya mengajarkan kepada umatnya untuk membenci dan melukai makhluk lain.

Tokoh-tokoh dengan pemikiran radikal sebaiknya menyudahi memengaruhi umatnya dengan provokasi terkait pertentangan Pancasila dan Agama. Kita harapkan tidak ada lagi kejadian-kejadian yang menimpa umat Islam dan agamanya. Tidak ada lagi orang-orang yang tidak bertanggungjawab menodai kesucian Islam yang membuat agama Islam sebagai sumber inspirasi dan pembenaran para pelaku kejahatan.  

Penerimaan Abu Bakar Ba'asyir akan Pancasila ini dapat menjadi titik balik bagi semua pihak dan membuka kesadaran bahwa sejatinya Pancasila, demokrasi dan nasionalisme bukanlah hal yang bertolak belakang dengan ajaran Islam. Penerimaan Pancasila dari seorang tokoh panutan dan dedengkot kaum radikalis dengan mengkaji Pancasila itu sendiri, diharapkan tidak akan muncul pemimpin agama yang masih mempertentangkan antara Pancasila dengan agama, antara agama dengan negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun