Mohon tunggu...
Halim Pratama
Halim Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa yang saling mengingatkan

sebagai makhluk sosial, mari kita saling mengingatkan dan menjaga toleransi antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kedepankan Nilai Kemanusiaan dan Gotong Royong di Tengah New Normal

7 Juni 2020   06:41 Diperbarui: 7 Juni 2020   07:09 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
New Normal - www.suarasurabaya.net

Di masa pandemi covid-19 ini, banyak orang mulai belajar adaptasi, menggunakan masker, mencuci tangan, social distancing dan menjaga imun. Banyak orang mulai belajar menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang baru. Karena sebelum covid-19 merebak, mungkin diantara kita tidak pernah melakukan hal ini. Kini, semua orang di Indonesia, bahkan di dunia, dipaksa beradaptasi dengan yang namanya protokol kesehatan ini.

Di Indonesia sendiri, untuk menjalankan protokol kesehatan tidak semudah menjalankan telapak tangan. Tidak semua masyarakat dengan mudah bisa memahami dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

Mungkin kita semua masih ingat, ketika awal-awal covid-19 masuk Indonesia, berbagai caci maki sempat bermunculan. Perilaku yang terjadi di masa pemilu itu, masih saja dibawa ketika masa pandemi ini. 

Dan kini, kita semua dipaksa untuk menggunakan masker. Semestinya kita semua sadar, bahwa sejatinya kita semua diingatkan untuk tidak terlalu banyak bicara. Diam, dan jalankan protokol kesehatan, sudah tidak usah dibahas lagi.

Kita semua berharap, tidak lagi ada orang yang 'sok tahu' sehingga bisa dengan mudah melakukan diskriminasi, caci maki dan provokasi. Terlebih sebentar lagi ada wacana pemberlakukan new normal, di mana pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai dilonggarkan. 

Ketika wacana ini dimunculkan, polemik kembali bermunculan. Kritik yang membangun sebenarnya tidak masalah, bahkan mungkin diperlukan. Namun jika kritik disertai kebencian, itulah yang mengkhawatirkan. 

Biasakan memberikan kritik yang solutif, agar kita semua juga bisa saling belajar memahami satu dengan lainnya. Jika yang muncul hanya lah ego dan kebencian, yang terjadi hanyalah saling mencari kesalahan dan kejelekan saja.

Esensi dari kritik sebenarnya adalah agar tidak banyak lagi jumlah kasus positif bertambah, agar covid bisa segera dikendalikan sambil menunggu ditemukannya vaksin. 

Jika kita tidak saling menghargai, apalagi saling memanusiakan, niscaya akan sulit keluar dari masa pandemi ini. Jika kita masih individualis, merasa paling benar, niscaya akan sulit keluar dari lingkaran pandemi ini.

Mari saling memanusiakan antar sesama dan bergotong royong. Kita adalah bangsa Indonesia, yang punyai nilai-nilai kearifan lokal yang melimpah. Nilai-nilai tersebut tersebar dalam setiap aturan yang ada. 

Bahkan, dalam Pancasila pun, nilai-nilai tersebut juga diadopsi di dalamnya. Lalu, kenapa kita tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari? Bahkan di masa pandemi ini, mengimplementasikan nilai Pancasila sangat diharapkan. Jika kita semua menerapkannya, mungkin tidak akan ada lagi diskriminasi, caci maki, atau provokasi terkait covid-19.

Lupakan caci maki yang telah lalu. Saatnya bersatu, bergotong royong untuk saling menguatkan satu dengan yang lain. Jika kita dulu bisa bersatu untuk merebut kemerdekaan, jika kita bisa bersatu untuk menghadapi tsunami, gempa dan bencana alam lainnya, semestinya kita juga bisa bersatu dan bergotong royong dalam menghadapi kehidupan new normal di tengah pandemi. Mari saling introspeksi dan sehat selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun