Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Merdeka dengan Bangga, Afghanistan dengan Luka?

17 Agustus 2021   12:20 Diperbarui: 20 Agustus 2021   23:55 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menilik sejarah kemerdekaan Indonesia, tentu juga harus membuka sejarah pergerakan individu-individu hebat yang memiliki rasa nasionalisme luar biasa. Sebagian sejarah berkata, kemerdekaan itu adalah hadiah. Namun pergolakan sejarah perjuangan individu-individu tadi menolak beberapa argumen kemerdekaan kita karena hadiah. Alasan itu menjadi bagian penting karena faktanya Indonesia berjuang sekuat tenaga untuk bebas dari penjajahan yang terlalu lama dan menyiksa.

Indonesia, Palestina, Irak, Libya, Suriah, Yaman, dan Afganistan saat ini, adalah cerminan bagaimana pergerakan pembebasan itu tumbuh dari semangat rakyat dan negara untuk perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik. Namun di berbagai negara yang tidak bisa dihindari adalah konflik internal diantara pejuang sendiri yang terbagi ke dalam beberapa faksi. Hal ini seringkali menjadi batu sandungan yang tidak bisa dianggap remeh, cenderung mementahkan keberhasilan menuju kebebasan yang menjadi tujuan.

Indonesia masa sebelum kemerdekaan juga mengalami pasang surut perpecahan. Karena tiap individu dan kelompok masing-masing memiliki kepentingan. Syarikat Islam yang membawa brand Islam terpecah 2 menjadi SI Merah dan SI Putih. SI Merah inilah kemudian yang bermetamorfosa menjadi Partai Komunis Indonesia. PKI sendiri kemudian juga terpecah setelah Tan Malaka sebagai salah satu inisiatornya hengkang lalu mendirikan partai baru bernama PARI (Yasni, 1980).

Untuk Afghanistan berbeda. Perang ini antara mereka sendiri, namun disokong beberapa negara di belakangnya. Tidak jelas siapa yang berjuang dan untuk apa. Semua orang saat ini hanya bisa melakukan analisa ketika pemerintahan yang sah jatuh diambil alih oleh kelompok Taliban, kelompok pemberontak sayap militer yang selama ini dilarang dan dikecam oleh dunia. Yang kita tahu, konflik di Afghanistan ini terpelihara dan dipelihara oleh beberapa negara karena adanya kepentingan. Presiden Ashraf Gani, informasinya kabur dengan mobil dan helikopter karena alasan keamanan tapi dengan bagasi penuh uang.

Perjuangan kemerdekaan Indonesia masa lalu dan negara-negara berkonflik sekarang, hampir tidak memiliki perbedaan mendasar. Cenderung memiliki kesamaan; bahwa kepentingan satu negara atas negara jajahan itu tidak berdiri sendiri. Artinya ada campur tangan negara lain selain penjajah yang menginvasi. Tolak ukurnya sih sederhana; kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan.

Ketika banyak campur tangan negara lain, yang membahayakan adalah dimanfaatkannya beberapa individu pejuang atau penggerak dalam siasat yang tidak lagi murni alasannya adalah melepaskan diri dari penjajahan. Ada banyak contoh digunakannya "orang-orang dalam" sebagai alat menjalankan kepentingan. Indonesia dan Afganistan sekarang adalah contoh kecil dari pergolakan yang tercipta akibat peranan "orang luar yang menggunakan orang dalam" tadi.

Ketika ini terjadi, kebebasan suatu negara menuju kemerdekaan akan berlangsung lama, berjalan lamban, penuh tragedi, menguras air mata, bahkan juga darah. Karena ada konflik kepentingan dari dalam yang tidak bisa tercapai oleh masing-masing faksi pergerakan dalam tubuh perjuangan itu sendiri.

Salah satu variabel utama penyokong pergerakan individu-individu itu adalah dana. Sebagian di-supplay oleh negara penyokong. Tentunya juga sokongan persenjataan, agar dominasi perjuangan tetap bertahan. Sementara strategi dan arah konflik pengaturannya berada pada negara penyokong. Semakin banyak negara penyokong yang berkepentingan, semakin runyam dan sulit lah suatu negara terbebas dari konflik dan penjajahan.

Yang menarik, ketika negara berkonflik pada beberapa negara, pemimpinya biasanya makmur-makmur, hidup di negara lain dengan nyaman. Sementara di negeri sendiri rakyatnya hidup tidak tenang, terancam, bahkan untuk makan saja pun sangat susah. Petinggi-petinggi ini bebas pergi ke sana ke mari mengadakan pertemuan lintas negara, tentu dengan kehidupan mewah dan layak. Sehingga ada suatu kalimat satire yang disematkan; lingkar pinggang mereka cenderung besar karena biasa hidup mewah dan berkecukupan.

Jika kedepan pergerakan mereka berhasil dan menang, tentu kepemimpinan mereka tidak lah murni dan independen, tapi akan berada di bawah bayang-bayang negara yang menjadi penyokong. Apa itu artinya? Tidak ada pergerakan suatu kelompok itu murni karena ideologi, agama atau penegakkan syari'at, sekalipun itu negara yang 'brand' nya memegang regulasi agama secara teguh. Yang ada dan dominan, tentu saja faktor kepentingan ekonomi. 

Kemiripan ini di Indonesia terjadi pasca 1965. Setelah dilantiknya presiden kedua pada 1967, kontrak karya Freeport milik Amerika untuk menambang emas di Papua ditandatangani dengan mulus (Hasiman, 2019). Padahal, Sukarno sebagai presiden pertama, sejak awal tidak pernah mau bernegosiasi melepas tambang di Papua itu untuk asing.

Bersyukurlah Indonesia. Pejuang-pejuang kita terdahulu seperti Sukarno, Agus Salim, Sudirman, dan lain-lain terlihat memiliki linggar pinggang yang kecil. Dengan kata lain; langsing. Itu memiliki makna mereka tidak berada dalam bayang-bayang sokongan materi negara luar. Entahlah dengan pejuang kita yang tidak langsing. Bisa jadi karena genetika, atau ada faktor lain.

Happy Independence Day Indonesia..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun