Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

ASN, Krisis, dan Dilema Birokrasi yang Tak Kunjung Usai

29 Juli 2021   23:02 Diperbarui: 31 Agustus 2021   20:39 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Manajemen yang kurang responsif ketika menjalankan proses administrasi membuat permasalahan seringkali tidak bisa diselesaikan secara cepat, apalagi efektif. Seringkali kita terkungkung bahkan terjebak dalam irama administrasi yang seadanya, takut salah, dan cenderung membuat sulit masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah.

Tipe karakter birokrat seperti "kalau bisa sulit kenapa harus mudah" ini menurut saya hampir terjadi dan ada pada rata-rata aparatur. Banyak hal-hal sederhana dan simpel dibuat sulit akibat kurangnya pengetahuan dalam menafsirkan aturan di atasnya.

Artinya tanggungjawab untuk membuat output pekerjaan berhasil guna itu sama sekali tidak ada. Apalagi jika ketakutan terhadap terlanggarnya suatu aturan sangat tinggi. Akhirnya yang mereka lakukan kembali ke arah interaksi komunikasi berbasis pencitraan saja.

Kebiasaan mengerjakan sesuatu dengan basis formalitas biasanya didorong oleh budaya yang sudah ada pada suatu institusi, manajemen, peraturan, dan arahan dari atasan yang tidak bisa diubah. Jadi ketika ada salah dua orang yang mencoba mengubah itu, secara otomatis ia akan dianggap sebagai pembangkang, bahkan bisa dicap menjadi simbol sebuah perlawanan. 

Dalam bahasa sehari-hari dalam dunia ASN ia biasa disebut dengan gasing. Gasing adalah sebuah benda bundar yang dilempar dan berputar dengan kecepatan sangat tinggi namun stabil. Sebuah analogi penamaan dari pimpinan di atasnya yang khawatir eksistensinya tertindih oleh bawahannya yang mempunyai sifat dan karakter seperti gasing tadi.

Sebenarnya gasing adalah salah satu upaya memotong rantai birokrasi agar efektif tapi tetap dengan tidak melanggar aturan. Gasing juga memiliki satu mata pisau yang negatif bagi beberapa kalangan karena mengancam eksistensi diri kelompok ini. Hal seperti ini tidak biasa dan seringkali ditolak, apalagi bagi aparatur dengan basis ilmu pemerintahan yang notabene terdidik bekerja datar tanpa gelombang. Bagi mereka gelombang dianggap ancaman bagi kedudukannya yang akan mempengaruhi penilaian atasan di atasnya lagi.

Buat mereka atasan itu harus disembah, diiyakan perkataannya, dan dimaklumi setiap langkah kebijakannya walaupun secara akal sehat itu tidak menguntungkan bagi pemerintahan kedepan.

Ditengah kondisi demikian, diantara rendahnya kualitas sumber daya manusia yang memang sejak awal tidak diizinkan untuk naik level, tuntutan kerja yang normatif dalam memberikan pelayanan terhadap publik, tingginya kebutuhan kinerja berbasis teknologi informasi yang tidak diimbangi dengan tenaga ahli mumpuni, kondisi politik tingkat lokal yang transaksional dan tidak mendidik, sepertinya membutuhkan waktu lama untuk recovery dan membuat kita maju secara bersama-sama.

Karena seperti yang kita lihat, jangankan hak sekunder, yang primer saja tidak selesai-selesai dikerjakan dan ditunaikan. Alasannya, peraturan yang selalu berubah dan kondisi wabah. Padahal sesering apapun peraturan berubah jika didukung kualitas sumber daya manusia berkualitas tentu tidak akan jadi masalah.

Inilah dampak dari hasil birokasi postmodern yang dijalankan bersama kelompok shadow government. Melahirkankan mayoritas pemimpin bergaya pemimpin, tapi kinerjanya berbasis anak buah, minim terobosan. Dudukpun hanya karena faktor jaringan dan kedekatan dengan para dayang-dayang. 

Tapi sebagai bagian dari individu optimis, kita tentu memiliki keyakinan terhadap pandangan yang menyatakan bahwa dunia dialektika itu tersusun dari struktur-struktur yang dinamis, berproses, tidak kaku, dan akan berubah bersama waktu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun