Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Politik Dinasti: Antara Kemampuan dan Pemaksaan

30 Juli 2021   09:56 Diperbarui: 30 Juli 2021   11:05 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Munculnya dinasti politik di Indonesia dapat dijelaskan dengan beberapa situasi yang berkontribusi terhadap mendominasi nya beberapa keluarga yang menempati jabatan politik di satu wilayah. Salah satu factor nya adalah kegagalan partai politik untuk menawarkan calon alternatif yang memiliki integritas, pengetahuan, dan pengalaman kepada para pemilih. Masalah ini ditemukan di sebuah partai politik dengan institusionalisme partai lemah. 

Di sisi lain, kondisi pemilih yang masih permisif yang memiliki kecenderungan untuk mentoleransi politik uang dalam pemilu dan keberadaan dinasti politik sebagai hal yang normal juga merupakan faktor yang mendukung tumbuh suburnya dinasti politik.Proses membentuk sebuah dinasti politik bukan lah suatu proses yang singkat. Berkembangnya jaringan kekerabatan dalam politik dimulai sejak pendahulu memenangi pemilihan. 

Pada langkah pertama, politisi memperkuat fondasi dinasti mereka dengan melakukan berbagai macam manipulasi, seperti politisasi birokrasi, menempatkan anggota keluarga dan kroni di posisi strategis pada jabatan struktural maupun publik. Mengisi setiap celah yang memungkinkan kelompoknya untuk menguasai seluruh sumber daya dan komoditas. Termasuk pula organisasi dan partai yang mempunyai peluang mengangkat eksistensi keluarga dan kroni tadi agar nama mereka popular di masyarakat.

Ketika hampir tidak adanya pilihan pemimpin berkualitas yang tersedia dan lolos menjadi calon, maka siapapun yang terpilih dipercayai sama saja dengan pemimpin terdahulu. Tidak akan bisa melakukan terobosan yang mampu membuat kehidupan masyarakat berubah lebih baik, kecuali menyelamatkan atau menunda sementara jika ada indikasi kasus-kasus hukum yang kemungkinan menyeret pendahulu.

Dinasti yang dibangun pada pilkada Solo memang unik karena hampir 90% suara pemilih mengarah kepada dinasti ini. Apakah dinasti tidak menjadi masalah bagi warga Solo karena mereka meyakini sosok calon walikota ini punya sisi kualitas akan mampu membuat terobosan tanpa diiringi bayang-bayang bapaknya?

Sedangkan di Medan, kenapa kemenangan dinasti agak tipis. Pertama, karena sosok penerus dinasti ini sendiri tidak terlalu terlihat rekam jejaknya di masyarakat. Kedua, ya pilihan yang tersediapun juga tidak lebih baik. Ketiga, Jokowi sendiri dua kali pilpres tidak pernah menang di Medan.

Dinasti itu memiliki plus minus. Kebanyakan minus, karena belum ada kajian yang mendalam bahwa dinasti yang saling sambung menyambung indeksnya naik karena membuat masyarakat luas lebih sejahtera. Selain mendompleng nama, diberi 'jalan' oleh pendahulunya dan hanya dimaksudkan untuk menjaga rezim agar tetap bertahan dengan segala konfliknya.

Hal minus kedua, biasanya ketika rezim dinasti berkuasa, tingkat arogansi akan naik. Penguasaan atas seluruh sumber akan bergerak dan terpusat dalam kotak kelompok (oligarki), sulit terdistribusi keluar. Jika adapun jumlahnya dibuat sekecil mungkin. Kecuali dinasti tersebut memiliki sejarah sedari awal bukanlah tipe kelompok 'grasping'.

Politik dinasti itu manusiawi, lumrah terjadi demi menjaga power, privillage, and prestise. Hanya saja sejarah peradaban dunia mencatat, hampir tidak ada kelanggengan kekuasaan yang dibangun dari kooptasi, agresi, dan degradasi.

Atau, dinasti akan terhenti sendiri akibat masyarakat juga jenuh karena menginginkan perubahan baru dengan wajah baru yang lebih segar, manajemen baru, aura baru, harapan baru bersama penggerak-penggerak, yang ketika menggunakan kebijakan more smart dan berlepas dari bisikan para dayang-dayang yang ingin mengkooptasi arah perjalanan pemerintahan dengan politik penuh pencitraan.

Hal ini tentu saja dimaksudkan agar sempalan kalimat Lord Acton tentang power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely, itu tidak perlu terjadi. Apalagi sampai menjalar ke daerah lain di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun