Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Motif Politik, Ekonomi, Edukasi dan Eksistensi Pegiat Media Sosial

29 Juli 2021   14:53 Diperbarui: 29 Juli 2021   15:10 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pexels

Ibn Al Arabi salah satu mistikus terbesar Islam pernah berseru dalam salah satu syairnya, "Selamatkan kami ya Allah dari lautan nama-nama". Hal ini didefinisikan bahwa jika kita menyebut personal terhadap orang pasti akan menimbulkan persoalan tidak berujung dan kompleks. Nama itu mewakili pribadi, dan pribadi itu subjektif dengan berbagai latar belakang dan persoalannya. Karena itulah dalam tafsir sosiologi pengetahuan, fokus itu bukan kepada siapa, tapi apa yang menjadi dasar pemikirannya, walaupun pemikiran seseorang tidak bisa lepas dari persepsi pribadinya.

Pilpres 2014 adalah awal dimulainya keriuhan yang masif berserakan di media sosial tentang pribadi-pribadi dan pemikiran, fakta, perilaku, dan tindakannya. Saking masifnya, era media sosial mampu menimbulkan gelombang perubahan yang dahsyat mengkonstruksi pemikiran masyarakat yang kemudian bermuara kepada tindakan-tindakan.

Di era inilah, tumbuh pegiat-pegiat media sosial atau biasa disebut influencer dari berbagai kalangan sebagai dampak dari terbukanya akses yang memungkinkan tiap pribadi introvert sekalipun bisa memasuki ruang publik dengan tulisan-tulisan, gambar-gambar, video-video, dan informasi-informasinya. Orang-orang yang tadinya bukan siapa-siapa, bisa menjadi siapa-siapa karena menemukan pola dan bentuk baru dalam mengaktualisasikan perannya. Ditambah, masyarakat kita sendiri terbelah dalam dua kelompok aliran yang pro maupun yang versus terhadap pemerintah sebagai pembelahanan masyarakat hasil pilpres. Tak ayal makin sempurnalah konflik dengan traffic tinggi pada gawai digital kita.

Konflik dan perbedaan atas pilihan politik ini terus berlanjut hingga sekarang walaupun cenderung berkurang. Tapi asupan bahan dan materinya tetap ada dan dijaga oleh para influencer, tentu saja agar mereka tidak kehilangan tema mengisi platform media mereka dengan berita terkini. Sayangnya, dalam era post-truth, kebenaran tidak lagi berbasis pada data yang sahih dan objektif, tapi bergantung pada sikap emosional dan perspektif pribadi influencer, termasuk preferensi politiknya.

Dari berbagai realitas yang terjadi, salah satu faktor yang membuat influencer tidak selektif ketika menyampaikan opini adalah kuantitas jumlah followers. Padahal followers alias tim sorak ini sangat berpengaruh menjebak influencer kedalam persoalan rumit yang terkadang tidak disadari oleh influencer itu sendiri. Semakin banyak followers, biasanya tingkat arogansi dan kepercayaan diri influencer-pun akan naik.

Karena lazim mayoritas followers sebenarnya juga berkontribusi menjadi provokator yang memanas-manasi. Output buruknya para influencer bisa menshare suatu hal atau pemikiran yang terkadang berlebihan, menabrak norma-norma, kepantasan, dan tentu saja bisa menyerempet regulasi hukum karena merasa didukung para followers.

Ada tiga motif yang sangat mempengaruhi tindakan subjektif influencer. Pertama preferensi politik. Kedua ekonomi. Dan ketiga adalah eksistensi diri serta sumber pengetahuan. Bisa juga ketiganya berjalan simultan saling mendukung. Preferensi politik pas, uang dapat, eksistensi diri tercapai. Persis hierarki piramida kebutuhan Maslow.

Sedihnya, ukurannya terkadang hanya mengandalkan keriuhan saja tanpa melibatkan objektifitas dan kualitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun