Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerimaan dan Penolakan Teori Berbasis Ilmu Pengetahuan

29 Juli 2021   13:47 Diperbarui: 29 Juli 2021   14:18 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi


Seringkali kita temui ada individu atau kelompok yang menolak mentah-mentah suatu teori atau paham berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari orang lain. Apalagi jika informasi tersebut berasal dari doktrin atau ceramah-ceramah kaum agamawan yang dia sendiri bukan ahlinya atau tidak mempelajari secara detail teori dan paham tersebut.

Suatu teori, penelitian, kajian, dan paham itu memiliki ruang besar untuk ditambahkan, didukung, koreksi, evaluasi, bahkan dibantah. Dengan catatan semua itu juga dilakukan dengan dasar kajian keilmuan yang komprehensif. Bukan karena keyakinan bahwa itu bertentangan dengan paham yang sedang kita jalankan.

Teori atau paham itu mempunyai banyak variabel, analisa, metode, pendekatan, dan hubungan waktu ketika teori tersebut diluncurkankan. Artinya suatu teori itu tidak bisa digeneralisir untuk didukung atau ditolak keseluruhan. Karena banyaknya variabel tadi ia memungkinkan untuk di terima sebagian, ditolak sebagian.

Jika berkaca kepada persoalan kontemporer, teori dan paham yang sampai saat ini selalu mengemuka dan ditolak adalah teori komunisme yang dicetuskan oleh salah satu pencetus teori sosiologi. Teori ini membagi perkembangan masyarakat berdasarkan 5 tahapan. Pertama tradisional, feodal, kapitalis, sosialis, dan komunis. Urutan tahapan ini berdasarkan fakta sosial yang ideal menurut si pencetus teori. Mengenai apakah 5 tahapan tersebut benar telah terjadi pada masyarakat, sebagian atau keseluruhan, ini juga masih menjadi perdebatan dikalangan peneliti dan masih terus berkembang.

Dalam tahap terakhir teori diatas, yaitu komunisme, dijelaskan bahwa ide masyarakat komunis modern muncul adalah untuk menyempurnakan 4 tahapan perkembangan masyarakat sebelumnya, terutama sistem sosialis yang merupakan transisi, karena masih menyembunyikan konflik kepentingan antara penguasa dan rakyat. Negara menurut teori ini idealnya menggunakan sistem komunisnya karena dalam system komunis tidak ada lagi kelas (classless society) dan cara produksi berada dibawah semboyan sama rasa dan sama rata.

Jika dilihat dari kondisi masyarakat modern sekarang sebenarnya teori ini sebagian sudah terjadi dan dijalankan oleh negara-negara maju karena menciptakan keadilan dan pemerataan distribusi sumber-sumber perekonomian keseluruh rakyat tanpa sekat. Sementara di Indonesia sendiri sila ke-5 dari Pancasila 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia' sebenarnya juga masuk dalam teori dan paham tahapan ke-5, termasuk 3 sila lain di atasnya. Bahkan konsep zakat dalam Islam sebenarnya juga senafas dan sepaham dengan ideologi ini. 

Di beberapa bagian dan negara yang masih ketergantungan terhadapa dogma, paham komunisme justru dijadikan alat politik untuk menghantam orang atau kelompok lain. Sehingga tidaklah kita dapati kemajuan yang signifikan. Masih berkutat kepada hal-hal yang mengarah pada tidak sepakatnya menyikapi perbedaan dan keragaman. Padahal perbedaan adalah realitas kehidupan.

Suatu teori sosial itu sebenarnya mirip dengan dalil agama. Ia lahir menyikapi problem dan persoalan saat itu. Bisa ditolak sebagian, dan diterima sebagian. Apalagi jika dalil dan paham tersebut diteorikan oleh banyak perawi, ahli tafsir, dengan latar belakang mazhab dan manhaj yang berbeda, dengan rentang waktu bisa ratusan tahun dan hanya mengandalkan daya ingat perawi.

Sirah dan teori tentang pemenggalan kaum muslimin terhadap Bani Quraizhah misalnya bisa kita tolak secara keseluruhan untuk dijadikan pegangan jika saat ini kita tengah hidup berdampingan secara damai dengan yang berbeda, bukan perang. Lalu kenapa kita harus menolak teori lain yang sebenarnya masih ada sisi-sisi positifnya untuk dilaksanakan?

Mungkin dalam teori komunisme seperti lazimnya teori sosiologi hanya menguji sesuatu yang bersifat keberadaan, menafikan segala hal yang bersifat diluar materialistik/ruh/ketuhanan. Itu sebenarnya adalah syarat pengujian ilmiah 'hampir' semua teori, terutama sains yang memang harus terpisah dengan keyakinan pribadi individunya dalam mengobservasi suatu objek. Karena tidak mungkin seoarang peneliti disuruh menguji sesuatu yang tidak ada materi/bendanya. Namun tidak bisa lantas kita validasi bahwa teori ini menolak keberadaan Tuhan atau mengajarkan orang untuk anti terhadap Tuhan.

Jadi? Ya selow saja menyikapi setiap realita sosial, jangan emosi, apalagi bawa perasaan (baper), lalu bergerombol mengekspresikan eksistensi dan merasa mewakili umat kebanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun