Konsep Altruisme, yang diciptakan oleh August Comte sejak awal adalah sejarah pemikiran tentang filosofis dan etika. Ia juga banyak berada pada tataran konsep-konsep moral agama dan budaya.Â
Dalam Islam altruisme juga sering disebut dengan zuhuditas. Yaitu perilaku berbuat kebajikan atau kebaikan dengan mendahulukan orang banyak tanpa memikirkan diri sendiri. Lawan kata altruisme ini adalah egoisme.
Konsep ini sebenarnya bertentangan dengan konsep Weber. Bagi Max Weber dalam Protestan Ethic, seseorang tidak bisa menyiksa dan mengorbankan dirinya demi orang lain, karena memiliki hak menikmati apapun secara pribadi atas apa yang ia peroleh, tanpa menyakiti dirinya sendiri. Konsep sederhana-pun menurut Weber walau tidak berlebihan tapi juga tidak menolak suatu hal yang ada, diterima, atau dihasilkan oleh seseorang.
Berkaca terhadap konsep altruisme yang diciptakan Comte jika dihubungkan dengan kondisi masyarakat individual yang terjadi saat ini, tesis Weber itu hampir benar.Â
Kita sulit menemukan adanya seorang pahlawan pembela kebenaran yang membela hak-hak orang-orang yang mereka wakili ketika mereka duduk di lembaga perwakilan sekalipun. Apalagi pada lembaga eksekutif yang memegang arah kebijakan publik.
Justru konsep ini lebih cenderung berakar pada konsep populisme yang mengarah kepada pengatasnamaan kepentingan orang banyak untuk menutupi kepentingan mereka sendiri.Â
Lebih tidak etis, ketika konsep ini digunakan oleh mereka yang membawa merk agama sebagai landasan. Selalu me-lapadz-kan ayat dan kebesaran Tuhan, tapi tidak mampu berbuat banyak ketika ketimpangan dan ketidakadilan terpampang di depan mata.
Diskursus tentang pola-pola ini berkelindan dengan konsep dinasti kembar tiga. Konsep ini adalah ungkapan kepada beberapa kelompok petahana yang sudah menjabat dua periode namun mencalonkan kembali keluarga atau kerabatnya dikarenakan adanya aturan mengenai batasan jabatan kepala daerah oleh undang-undang.Â
Batasan ini membuat kelompok ini harus memutar otak dan strategi lebih kuat agar keberlangsungan kekuasaan tetap berada dalam kotak lingkaran dan terlokalisir pada kelompok mereka saja.
Ada banyak alasan mengapa keberlangsungan mengelola suatu daerah atau pemerintahan diupayakan untuk tidak keluar dari frame dan garis demarkasi yang telah mereka tetapkan. Pertama, menjaga citra. Kedua, komoditas ekonomi. Ketiga, komoditas hukum. Keempat, eksistensi. Â
Untuk memuluskan langkah membangun dinasti kembar tiga tadi dibangunlah citra. Citra merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjaga image kelompok agar terlihat manis dan memberi harapan baik dengan menutupi wajah lain dari fakta yang sesungguhnya.Â