Mohon tunggu...
zoefhuf
zoefhuf Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hiperbola Sebuah Kampanye

16 April 2019   00:00 Diperbarui: 16 April 2019   11:10 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pencalonan seorang presiden tak lebih sulit dari algoritma pembutan sebuah iklan: mengenyangkan imajinasi para penontonnya.

Pada hakikatnya, membuat iklan untuk mempromosikan suatu barang jauh lebih sulit dibanding membuat strategi dan janji untuk mempromosikan capres-cawapres tertentu. Secara matematis, kita dapat membuat gambaran bahwa saingan suatu produk itu ribuan jumlahnya dan sedangkan saingan untuk meraih kursi kepresidenan--sepanjang sejarah yang ada--tak lebih dari dua.

Kampanye, seperti halnya iklan, adalah sebuah hiperbola. Bahkan dapat pula dikatakan sebagai kebohongan.

Mengapa pembohong menarik bagi banyak orang? Bukan karena kebohongannya atau kepandaiannya berbohong, melainkan karena si pembohong menjawab harapan-harapan dan logika yang dimiliki korban kebohongannya.

Lalu, bagaimana jika seorang "pembohong" itu gagal memuaskan ekspektasi korban kebohongannya? 

Berikan jawabanmu di kolom komentar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun