Ini lirik lengkap lagi "Bayar bayar bayar" dari Band Puk Sukatani.
Mau bikin SIM, bayar polisi
Ketilang di jalan, bayar polisi
Touring motor gede, bayar polisi
Angkot mau ngetem, bayar polisi
Aduh, aduh, ku tak punya uang Untuk bisa bayar polisi
Mau bikin gigs, bayar polisi
Lapor barang hilang, bayar polisi
Masuk ke penjara, bayar polisi
Keluar penjara, bayar polisi
Aduh, aduh, ku tak punya uang Untuk bisa bayar polisi
Mau korupsi, bayar polisi Mau gusur rumah, bayar polisi
Mau babat hutan, bayar polisi
Mau jadi polisi, bayar polisi
Aduh, aduh, ku tak punya uang Untuk bisa bayar polisi
Mari kita kritisi setiap lirik dalam lagu "Bayar Bayar Bayar" secara rinci. Kita akan melihat apakah lirik ini mencerminkan realitas yang sering terjadi, apakah ada kemungkinan berlebihan, dan bagaimana seharusnya institusi kepolisian merespons kritik ini.
1. "Mau bikin SIM, bayar polisi"
- Proses pembuatan SIM sering dikaitkan dengan pungutan liar. Banyak orang mengeluhkan bahwa tanpa "uang pelicin", mereka sulit lulus ujian atau harus melalui prosedur yang lebih panjang.
- Calo sering beroperasi di sekitar kantor Satlantas, dan banyak masyarakat lebih memilih membayar mereka untuk mempermudah urusan.
- Ada stigma bahwa untuk lulus ujian praktik, terkadang lebih bergantung pada "bayar" daripada skill mengemudi.
Analisis:
- Kasus pungutan liar dalam pengurusan SIM memang pernah terjadi, tetapi tidak semua kantor polisi menerapkan sistem seperti ini.
- Reformasi di kepolisian, seperti SIM online dan tes elektronik, telah dilakukan untuk mengurangi praktik suap.
Solusi:
- Polisi harus memperbaiki sistem rekrutmen petugas ujian SIM agar lebih transparan dan adil.
- Sosialisasi bahwa tidak ada kewajiban bayar di luar tarif resmi harus diperkuat.
2. "Ketilang di jalan, bayar polisi"