Mohon tunggu...
Fathi Hanif
Fathi Hanif Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat dan Praktisi Hukum Lingkungan

Alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Magister Hukum Universitas Indonesia. pernah bekerja di beberapa LSM di Indonesia, dan menjadi pelaksana Project di USAID, Uni Eropa dan UNDP Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik Harus Transparan

17 April 2021   16:16 Diperbarui: 17 April 2021   16:24 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Awal April ini angin segar menghampiri pekerja seni khususnya para pencipta lagu dan musik/musisi, setelah Pemerintah menerbitkanPeraturan Pemerintah (selanjutnya disebut PP) Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Kita tahu bahwa di era digitalisasi saat ini sangatlah mudah bagi para pecinta musik/lagu mendownload lagu-lagu kesukaannya melalui aplikasi-aplikasi, baik melalui Handphone (HP) atau perangkat lainnya. Bahkan trend mengcover dengan menyanyikan secara off air di café-café sekelas pinggir jalan sampai dengan sekelas hotel berbintang, namun ada juga mengcover kemudian direkam via video dan di upload melalui aplikasi youtube dengan tujuan mendapatkan Subscribe, viewer, like dan komen, yang ujungnya berharap dapat rupiah dari hal tersebut.

Dari peristiwa diatas dapat kita simpulkan bahwa mengapa Pemerintah segera menerbitkan Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, hal ini untuk mendukung Peraturan perundang undangan yang sudah ada yaitu UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Didalam Peraturan Pemerintah tersebut mengatur bagaimana mekanisme royalti yang diterima oleh para pencipta lagu/musik yang saat ini telah dinikmati oleh masyarakat baik yang bersifat gratis maupun komersil.

Lalu siapa yang ditunjuk Pemerintah untuk melakukan hal itu?, dalam hal ini Pemerintah melalui menteri telah membentuk dan memberikan kewenangan kepada LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) sesuai yang diatur dalam pasal 18 PP no.56/2021 yaitu menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari orang yang menggunakan lagu/musik tersebut secara komersial, dengan catatan bahwa para pencipta lagu/musik tersbut telah mendaftarkan hasil ciptaan dan kreasinya melalui LMK dan LMKN tersebut.

Lalu siapa saja yang terkena royalti hak cipta? Hal tersebut juga telah diatur dalam pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 56/2021, sehingga diharapkan kerjasama yang baik antara LMKN dan LMK sebagai mitra para pencipta lagu/musik dengan para pengguna lagu/musik tersebut secara transparan, baik perorangan (secara komersil) maupun tempat usaha dan tempat-tempat/ruang publik yang selama ini sering kita dengarkan memutar lagu-lagu/musik. Namun tidak serta merta besaran penarikan nilai royalti sama antara satu pengguna dengan lainnya secara komersil, tetapi ada keringanan untuk tempat usaha yang sifatnya mikro atau usaha kecil dan menengah dengan besaran yang diatur oleh peraturan Menteri. Hal tersebut juga telah dituangkan pada pasal 11 ayat (1) dan (2), jadi dalam hal ini para pengusaha UMKM tidak perlu risau atas Peraturan Pemerintah tersebut sehingga tetap dapat menjalankan usahanya seperti biasa.

Terhadap terbitnya Peraturan Pemerintah yang mengatur pungutan dan pembayaran rolayti lagu dan musik ini yang harus di cermati adalah bagaimana aturan main secara teknis penarikan, penghimpunan dan pendistribusian, serta prosentase pendapatan diterima para pemilik karya tersebut, yang dilakukan oleh LMKN dan LMK? Tentunya hal ini harus disosialisasikan kepada para pencipta lagu/musik di Indonesia, baik yang telah terdaftar pada lembaga tersebut maupun yang belum terdaftar karya-karya mereka.

Dalam bagian lain Rony juga mengatakan bahwa “ada banyak kasus sampai saat ini para pencipta lagu/musik sama sekali belum menerima hak ekonomi atas publishmen karya mereka, satu contoh kasus yang dialami oleh band El Kasih hingga saat ini belum menerima hak ekonomi atas karya ciptanya, sementara lagu-lagunya banyak beredar pada apliaksi-aplikasi berbasis musik, hingga pada kanal channel youtube dengan beberapa akun reuploader”.

Hal lain yang penting juga dibutuhkan  lembaga pengawas atas kerja LMKN dan LMK lainnya dalam melakukan penarikan, penghimpunan dan pendistribusian hak cipta royalti yang dilakukan. Ini agar tidak muncul dugaan mal administrasi dan bahkan penyelewengan serta korupsi. serta sistem pelaporannya seperti apa? Tentunya juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel serta bila perlu terhadap masyarakat perorangan atau tempat usaha yang sudah ditarik secara ekonomi pada saat penggunaan karya cipta lagu/musik tersebut. Apabila hal ini dapat dilakukan dengan baik tentunya menambah kepercayaan bagi para pencipta lagu/musik dan masyarakat penggunanya.

badan pengawas secara independen yang dimaksudkan diharakan keanggotaanya berasal kalangan akademisi, auditor independen/ekonom, praktisi hukum dan unsur penegak hukum lainnya. Sehingga pelaksanaan Peraturan Pemerintah yang sudah sangat baik tersebut dapat secara maksimal dilaksanakan. Sehingga tujuan adanya peraturan pemerintah ini untuk memberikan hak ekonomi kepada pekerja seni khususnya pencipta lagu, music dan penyanyi bisa menar-benar dinikmati.**selesai.

------------------------------------

Penulis: Fathi Hanif, S.H.M.H. dan Rony W. Hariyanto, S.H. [advokat pada kantor hukum TRIBAKTI Jakarta]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun