Mohon tunggu...
Hairil Suriname
Hairil Suriname Mohon Tunggu... Lainnya - Institut Tinta Manuru

Bukan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cerita Anjloknya Omzet Penjual Ketoprak di Batam (Seri II)

28 Maret 2021   20:27 Diperbarui: 28 Maret 2021   20:45 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kalaupun di pasar stoknya ada, dengan harga jual Rp 8.000-9.000 untuk saat pandemi seperti sekarang, ini sudah termasuk sangat mahal bang, apalagi harga naik mencapai Rp 10.000 terlebih lebih lagi sampai 20.000 bisa berhenti kita jualan" kata pemuda B.

Pengakuan pemuda B tentang harga kedelai yang miris ini belum juga selesai, kita lihat sendiri belakangan ini dampak mungkin terkena pada harga sembako di pasar. Begitupun pemuda B melanjutkan kisahnya sambil membersihkan meja tempat kami makan, dirinya mengakui dampak dari kenaikan harga kedelai di batam.

"Kami merasakan sangat besar dampak dari naiknya harga kedelai ini. Apalagi mereka yang bikin tahu dan tempe, bisa gulung tikar kalua harga tidak turun" lanjut pemuda B

Mereka berdua, jualan ketoprak sehari-hari, kalau mereka tidak jualan berarti lagi sulit dapat tahunya. Sekedar untuk di ketahui, hampir sebagian besar pedagang/penjual ketoprak dengan tahu sebagai lauk utamanya akan merasakan hal yang sama seperti kedua pedang ketoprak yang penulis ajak ngobrol ini.

Lanjut pemuda B "kalau kedelai naik harganya, harga tahu sudah pasti ikut naik. Belum lagi harga cabe sekarang, kalo cabe dan kedelai naik. Ya jualan ketoprak juga ikut naik bang"

Kedua pemuda ini mengakui, kalau bisa dibilang. 50% dari omzet mereka hilang setelah pamdemi. Mereka harus lebih giat lagi kejar waktu mereka untuk jualan. Karena sejauh tahun 2020 kemarin, mereka sudah kehilangan 50% omzet. Kalau pandemi ini berjalan sampai akhir 2021 saja sudah tepar mereka. Sambung pemuda B.

Keseharian mereka, menjual ketoprak diawal pandemi masih bisa 60 porsi, di kondisi masih normal mereka bisa dapat 500-700 ribu, sekarang mereka kalau tidak giat, hanya bisa 30-45 porsi. Itupun kalau lagi ramai pengunjungnya.  

Kata kedua pemuda ini, meskipun lagi sepi pengunjung/pembeli, kami tetap jualan. Karena untuk saat ini, kami tidak berani mengganti ketoprak dengan jenis jualan yang lain, sebab harga sepertinya masih sama. Semuanya masih tinggi dipasaran.

Obrolan ini berakhir, penulis dan seporang teman lalu pamitan dan meninggalkan mereka. Semakin penulis ngobrol sama mereka, rasanya tidak sanggup mendengar banyak keluh kesah tentang dagangan atau jualan mereka berdua.

Penulis bayangkan, jika semua pedagang di tempat itu yang kurang lebih 50 pedagang bergerobak itu dengan keluhan harga, suasana hati, upaya dan usaha, tentang nafkah hidup. Semua dari kita tidak sanggup mendengarnya.

Dari cerita mereka juga, penulis berpikir kalau saja pemerintah Indonesia/kota batam sendiri secepatnya mengambil kebijakan harga yang stabil. Dampaknya tidak separah yang di alamai kedua pemuda penjual ketoprak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun