Mohon tunggu...
Humaniora

Asas Falsafah yang Terdengar Lucu

14 Maret 2018   12:58 Diperbarui: 14 Maret 2018   13:11 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : haikal amanullah

Ada suatu kepastian bagai pastinya matahari terbit di ufuk timur bahwa tumbuhnya  suatu asas kehidupan suatu bangsa itu, selalu bermula dari penderitaan lahir maupun batin yang tak tertahankan lagi  yang dialami oleh sebagian insan suatu bangsa itu, karena "teraniaya"  oleh kekuasaan penguasa atau akibat dari sebab sebab lain.

Jerit tangis dalam kesengsaraan hidup yang dialami oleh sebagian bangsa tadi, akhirnya di "dengar" oleh tuhan yang maha esa, kuasa dan kasih. Kemudian tuhan membimbing dan memberi petunjuk petunjuk kepada seorang pemimpin bangsa yang menderita itu, untuk mencetuskan suatu "isme" beserta ajaran ajaranya sebagai sarana mengusahakan perbaikan perbaikan di bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya, semata mata demi terbebasnya penderitaan sebuah bangsa yang teraniaya.

Falsafah sebagai asas kehidupan suatu bangsa tidak akan cocok untuk bangsa lain. Sesungguhnya, tuhan yang maha kuasa telah menentukan suatu asas kehidupan yang tidak sama untuk setiap bangsa di dunia.   

Kemudian falsafah sebagai asas kehidupan suatu bangsa, biasanya merupakan hasil kesepakatan nasional, di wujudkan dalam bentuk suatu lambang yang ihormati oleh bangsa, diagungkan dan dijadikan kebanggaan nasional. Hal itu di maksukan sebagai kesepakatan nasional berfungsi untuk :

  • Identitas suatu bangsa dan negara, disamping bendera nasionalnya
  • Sarana menumpuk an memantabkan jiwa nasionalisme berbangsa dan bernegara
  • Sarana untuk memudahkan dalam mengingat dan menjabarkan doktrin yang terkandung dalam falsafah itu

Maka dari itu sudah sepatutnya kita berlari dari pendengaran menuju sebuah pandangan relaita yang timbul dari sebuah keniscaan alami lahir batin sebuah negeri, apakah fungsi falsafah negeri ini masih terdengarkan atau bahkan terasingkan? Jikalau  indonesia masih memaparkan ke alibianya tentang  kesejahteraan masyarakat, jalanan adalah saksi dan tempat bertarung. Untuk para kriminal jalanan jadi ruang berlaga. Pemerkosaan di angkot hingga pembunuhan di halte telah jadi berita harian. Para saksi hanya berdiam diri.

Bayi ditemukan di selokan halayak sampah makanan. Semua hanya bisa termangu. Karena mereka tahu melapor polisi adalah ajang mempersulit diri. Tak jarang jalanan juga persinggungan yang mewah dan yang kumuh. Mobil megah berderet dibawah lampu lalu lintas dan disebelah pintu mobil berserekanlah para pengemis. dI acungkan tangan, dibawakan lagu hingga seekor binatang di peragakan. Tujuanya mereka semua sama: mendapatkan uang. Kesaksian hitam ini menjadi dasar untuk mengatakan bahwa negeri ini masih terpasung.

Tak bisa memberi aman, tak mampu meensejahterakan dan tak dapat melindungi rakyatnya sendiri. Maka jalanan adalah pentas perih: orang miskin di buru dianggap melanggar estetika. Hukum jalanan di tegakkan dengan cara nista: bagi penguasa diperoleh perlindungan an untuk yang tertindas dipasung haknya. Maka ketakutan di tebarkan melului aturan keji  "jangan beri apapun kepada pengemis!" Tapi, silahkan jutawan merampok  apa saja asalkan tahu sendiri pembagian hasilnya.

"jika kita masih menghamba pada ketakutan, kita hanya memperpanjang barisan perbudakan" (wiji thukul). Kini waktunya jalanan direbut kembali. Suarakan perotes dan dengungkan pembangkangan. Nyatakan sikap melawan atas segala bentuk ketidak adilan. Kapan kita dapat meraih kemakmuran merata jika semua sektor dikuasai oleh pihak asing. Untuk apa fakultas kedokteran, pertambangan hingga teknik dibuka puluhan tahun jika ladang kerja mereka di kelola oleh orang asing.

Sebab pada ujungnya mereka hanya akan menjadi budak yang diajak merampok kekayaan alamnya sendiri. Apa gunanya membuka pendidikan hukum kalau yang muncul hanya jual beli keadilan. Tampang necis dan busana rapi hanya untuk menyembunyikan niat busuk mengkomersilkan pasal. Kini saatnya kita terbangun dari tidur panjang. Sudahi untuk mengenang masa masa heroik 1966, 1974 hingga 1998. Beberapa pahlawan masa lampau kini beberapa diantaranya bersalin rupa menjadi pecundang: menghisai parlemen  tanpa proposal perubahan yang berarti. Dalil, asas intinya hanya selalu di gumamkan oleh yang kalangan  atas dan hanya menjadi butiran debu lucu yang sempat masuk telinga kalangan bawah.

"hidup tidak hanya dibangun oleh kekuasaan, tapi juga oleh mimpi mimpi" (martin luther king). Apakah kalian memiliki mimpi? Tolong sesekali kalian tidur dari sifat hedonis kalian dan sempat bermimpi untuk mewujudkan peradaban tiada henti terhadap negeri. Apakah kalian sesekali tidak berfikir bahwa orang tua kalian sudah terlalu di eksploitasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun