Mohon tunggu...
I Hafizal
I Hafizal Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Ergo est scribo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Menjelang Tidur

14 April 2021   20:00 Diperbarui: 15 April 2021   22:21 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: pixabay.com/Orangefox)

Angin sedang kencang di luar. Detak jantung pun cepat berdebar. Menjadikan ranjang terasa kian bergetar. Telentang melihat plafon kamar. Hanya diam mendengarkan sekitar. 

Terlihat para domba meloncati pagar. Apa yang mereka kejar? Atau mereka hanya lapar? Mungkin juga pergi untuk mencari kehidupan. Menuju kota dan mencari kesejahteraan. 

Dari pada tersiksa di kandang. Lebih baik menjadi mandiri dan membebaskan diri. Kemana arahnya pikiran ini? Angin pun masih tidak berhenti. Para domba masih tetap berlari.

Plafon kamar semakin terlihat gelap. Mungkin mata perlahan menutup rapat. Sampai akhirnya semua hanya hitam yang pekat. Tidak ada pemandangan kamar. 

Selain warna-warna tidak bernama bergerak tidak beraturan. Terdengar bisikan “Sedang apa kamu di sini?”. Dia tidak punya jawaban. Tidak juga memiliki pandangan. Masih warna-warna beterbangan. Hingga ada yang menggenggam tangan dan semua terlihat jelas sekarang.

Berada di tengah hutan dengan terdengar jelas suara air terjun. Maka dia mengikuti jalur setapak batu yang tersusun. Perjalanan ini mudah karena ada petunjuk yang menuntun. Meski lelah menyusuri jalan yang seakan tak berujung. Suara deras air terdengar begitu dekat. 

Hingga akhirnya ada pejalan lain terlihat. Ketika ingin bertanya, sudah lebih dulu ada jawabnya “Sebentar lagi tiba di sana.” kata seseoarang yang hampir tua. Sambil menunjuk ke arah jalan yang tidak terlihat ujungnya. Dia tetap bergerak maju. Meski dia merasa begitu ragu.

Terlihat di kanan ada jurang. Namun di sisi kiri perjalanan banyak gedung tinggi menjulang. Dia heran. Di mana pastinya ini sekarang? Sungguh pemandangan yang tidak terbayang. 

Dua dunia yang jauh berbeda terlihat hanya dengan satu kali tengokan. Hingga akhirnya di ujung jurang telah terlihat air terjun yang sudah dinantikan. 

Namun dia menjadi terdiam. Dia kelaparan. Sudah dipastikan di air terjun tidak mungkin ada makanan. Maka berbelok ke arah kota menjadi pilihan. Tempat di mana bisa ditemukan makanan.

Lagi pula ternyata air terjunnya tidak begitu jauh dari keramaian. Bahkan jelas setelah belok sedikit sudah banyak jajanan. Dari kelaparan tiba-tiba seketika kekenyangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun