Sementara racun akan membuat orang yang memakannya menderita terlebih dulu hingga wafat. Â Selain ciri fisik yang tampak pada keluarga tersebut, ciri lainnya adalah warna kuku yang memucat, dan gigi yang menghitam atau keropos.
Biasanya untuk mengobati racun tersebut, orang Kerinci lebih memilih pengobatan alternatif. Mereka percaya bahwa racun itu lebih bersifat gaib. Banyak pula di antara mereka yang sembuh setelah meminum beberapa ramuan tradisional dari sang dukun dan banyak pula yang meninggal karena tidak tertangani dengan baik atau terlambat diobati.Â
Namun benarkah mitos tentang racun tersebut? Bagaimana menurut pandangan medis?
Berdasarkan artikel kesehatan yang saya baca dan dilihat dari ciri-ciri yang diderita oleh keluarga dalam cerita di atas, maka sangat jelas bahwa keluarga tersebut menderita penyakit yang dalam istilah medis disebut sebagai Tuberculosis atau disingkat menjadi TBC.Â
Penyakit ini bukanlah disebabkan oleh racun tradisional yang bersifat gaib, tetapi oleh "kuman" atau bakteri kecil yang tak kasat mata dinamakan Mycobacterium tuberculosis.Â
Dikutip dari alodokter.com, kuman itu tidak hanya menyerang paru-paru tetapi juga dapat menyerang organ lain seperti usus, tulang dan kelenjar tubuh. Ketika mereka menyerang paru-paru, maka penderita akan mengalami batuk terus menerus lebih dari tiga minggu, biasanya batuk berdahak dan terkadang juga disertai darah.Â
Gejala lainnya adalah demam terutama di malam hari. Banyak di antara penderitanya yang merasa baik-baik saja di siang hari sehingga mampu bekerja tetapi merasa demam di malam hari.Â
Tubuh mereka juga mengeluarkan keringat yang banyak di malam hari, merasa lemas, dan nafsu makan berkurang. Akibatnya tubuh mereka semakin kurus dan memucat.
Penyakit ini dapat ditularkan kepada orang lain melalui percikan ludah dari penderita TBC ketika mereka batuk, bersin atau berbicara kepada orang lain. Namun, penularannya tidak seperti dan semudah pada influenza.Â
Faktor lain yang memengaruhi tingkat penularan TBC adalah kontak dan intensitas berhubungan dengan penderita, perilaku hidup sehat, dan daya tahan tubuh. Mereka yang memiliki daya tahan ubuh kuat akan sulit tertular penyakit ini.Â
Anggota keluarga yang tinggal satu atap dengan penderita TBC memiliki potensi yang cukup tinggi tertular penyakit yang sama. Hal ini disebabkan seringnya mereka berhubungan dan melakukan kontak dengan anggota keluarga yang menderita TBC. Bahkan, bisa tertular dari generasi ke generasi lantaran bakteri  bisa hidup di dalam tubuh dan menunggu turunnya daya tahan tubuh untuk menyerang.Â