Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menyigi Nasib "Si Abang Pipi", Diburu hanya untuk Konsumsi

11 Januari 2019   14:57 Diperbarui: 25 Mei 2022   22:37 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat menunjukkan hasil buruannya. Sumber: Halaman Kebudayaan Kerinci

Dalam tulisan yang lalu, telah dipaparkan mengenai asal usul ayam yang ada di dunia. Para arkeolog menduga bahwa ayam pada mulanya berasal dari wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara sebelum didomestifikasi oleh manusia dan tersebar ke seluruh dunia (lihat di sini: Jejak Migrasi Ayam dari Asia Tenggara ke Eropa)

Kawasan Asia Tenggara memanglah habitat bagi ribuan spesies unggas. Di antara banyaknya spesies unggas itu ada memiliki bentuk yang sangat unik bahkan hanya bisa ditemukan di wilayah tertentu. Hewan semacam ini disebut sebagai hewan endemik. Di Indonesia, masing-masing pulau memiliki spesies unggas yang menjadi hewan endemik misalnya, Burung Cendrawasih di Papua dan Burung Maleo di Sulawesi. 

Si Abang Pipi, yang merona

Di Sumatra, salah satu spesies unggas endemik yang jarang diketahui oleh masyarakat adalah Burung Abang Pipi atau dikenal pula sebagai Sempidan Sumatra, yang memiliki nama latin Lophura inornata. 

Unggas yang satu sangat unik ini, tubuhnya memiliki bentuk fisik antara ayam (gallus) dan pegar (pheasant). Sehingga disebut pula sebagai Gallopheasant. Sekilas rupa burung ini memang mirip dengan ayam, ukuran tubuhnya  rata-rata antara 46-55 cm dan banyak menghabiskan waktu di tanah untuk mencari makan. Sempidan Jantan, memiliki bulu berwarna hitam-kebiruan, sementara yang betina memiliki warna coklat-kemerahan dengan bintik di bagian leher dan dada.

Ciri fisik lain dari unggas ini adalah pipinya yang berwarna merah cerah. Oleh sebab itu, orang Kerinci menyebutnya sebagai Burung Abang Pipi  yang artinya merah pipi (merah dalam bahasa lokal abang). Selain itu, di belakang matanya terdapat bintik yang berwarna kuning-kehijauan yang membedakannya dengan spesies Lophura yang lain. 

Di bandingkan dengan jenis Lophura lainnya yang ada di Asia Tenggara, si Abang Pipi termasuk yang paling polos. Artinya, mereka tidak memiliki embel-embel hiasan jambul di bagian kepalanya. Oleh sebab itulah Tommaso Salvadori di tahun 1879 menyematkan nama "inornata" pada jenis Lophura ini, yang mengandung arti "tanpa hiasan".

Burung Abang Pipi termasuk unggas yang susah dijumpai karena mereka hidup jauh di  kawasan hutan hujan Perbukitan Barisan yang berada pada ketinggian di atas  800 meter mpdl.

Distribusi habitat Sempidan Sumatra oleh IUCN. Sumber: IUCN Redlist
Distribusi habitat Sempidan Sumatra oleh IUCN. Sumber: IUCN Redlist
Di kawasan Perbukitan Barisan Bagian Utara, sekitar Taman Nasional Gunung Leuser dan Batang Toru menjadi habitat dari subspesies Lophura inornata dengan tambahan nama hoogerwerfi. Sempidan yang satu ini memiliki ciri yang lebih spesifik lagi dari sempidan Sumatra pada umumnya yakni warna bulu pada betina yang lebih gelap di bagian punggung, bagian bawah yang berwarna kurang coklat dan seluruh tubuhnya memiliki bintik hitam.

Di kawasan perbukitan Barisan bagian Selatan, Abang Pipi banyak dijumpai di dalam kawasan  Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), terutama di sekitar Gunung Kaba Bengkulu, dan Gunung Kerinci, Jambi. Pada jalur pendakian Gunung Kerinci, para pendaki umumnya kerap menjumpai unggas ini saat mereka sedang mencari makan di tanah.

Abang Pipi, Nasibmu Kini

Abang Pipi yang merupakan hewan endemik Sumatra yang hanya hidup di kawasan hutan pada ketinggian tertentu pula. Oleh sebab itu, nenek moyang orang Kerinci di masa lalu menjadikan burung ini sebagai salah satu penanda kawasan hutan yang menjadi wilayah adat mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun