Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Gempa di Lembah Kerinci, Jambi

11 Oktober 2018   12:04 Diperbarui: 14 Oktober 2018   20:41 2570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Wilayah-wilayah Rawan Gempa di Sumatra. Sumber: Brosur Ilmiah LIPI

Berada di Jalur Sesar Sumatera

Kerinci, secara geografis merupakan wilayah yang terletak di bagian Barat Provinsi Jambi berjarak sekitar 420 km dari Kota Jambi. Secara administratif pemerintahan wilayah Kerinci terdiri dari Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Wilayah ini berada di bagian Dataran Tinggi provinsi Jambi karena diapit oleh jajaran Perbukitan Barisan di Pulau Sumatera. Oleh sebab itu, wilayah Kerinci disebut pula sebagai Dataran Tinggi Jambi.

Secara topografis, wilayah ini terdiri dari lembah dan pegunungan. Lembah terbesar dinamakan sebagai Lembah Kerinci yang berukuran panjang sekitar 70 km dan lebar sekitar 10km. Pola lembah menyempit di Bagian Baratlaut dan membuka ke arah Tenggara. Bagian Selatan lembah dibatasi oleh Danau Kerinci sedangkan di Bagian baratlaut dibatasi oleh lereng Selatan kaki bagian Bawah Gunung Kerinci (poedjoprajitno, 2012: 101).

Wilayah Kerinci merupakan salah satu wilayah yang rawan gempa di Indonesia. Hal ini dikarenakan wilayah Kerinci merupakan jalur dari zona sesar Sumatra. Zona sesar Sumatra ini terdiri dari 18 segmen sesar dan salah satunya disebut dengan segmen sesar Siulak dan terban Kerinci yang tepat berada di bawah Lembah Kerinci(Tjia dalam Poedjoprajitno, 2012: 102). 

Segmen Siulak memiliki panjang sekitar 60 km dengan lebar depresi di Bagian Baratlaut 5 km dan bagian Tenggara 9 km (Ibid, 111).  Segmen Siulak merupakan segmen sesar yang aktif bergerak dengan didominasi oleh gerak vertikal di samping ada pula gerak mendatar. Oleh sebab itu, wilayah Kerinci menjadi wilayah yang memiliki tingkat kerawanan dan kerentanan gempabumi yang sangat tinggi akibat pergerakan segmen sesar tersebut.

Gempa Kerinci dalam Legenda dan Catatan Sejarah

Riwayat tentang gempa besar di wilayah Kerinci tersirat di dalam banyak legenda dan barangkali hanya sedikit yang dicatat dalam dokumen sejarah. Misalnya legenda yang ditulis ulang oleh masyarakat adat di Semurup, diceritakan bahwa pernah terjadi gempa selama lima belas hari yang mengakibatkan kerusakan cukup parah di Kerinci. ".....Tibolah gempo gedang silamo limo bleh arri, idak nti-nti sampai tanah tiblah, batangayi buranjak, dusunlah bucerai-cerai, umah gdang buranjak-anjak tempat, umah adat lah rubuh" (...Datanglah gempa besar selama lima belas hari, tiada berhenti hingga tanah terbelah, posisi sungai bergeser, perkampungan rusak, rumah adat bergeser dari tempatnya dan rubuh). 

Ada lagi legenda masyarakat adat di Siulak yang menyebutkan gempa besar selama tujuh hari berturut-turut. Selama gempa tersebut  masyarakat tidak naik ke rumah, bahkan nasi yang sedang ditanak tidak bisa matang akibat goncangan yang berlangsung terus menerus. Di wilayah adat Sungai Penuh ada pula tradisi lisan berupa pantun yang  berbunyi "pio alah paday simumbo rinay, Kutto Tallouq dikuncang gempea" (mengapa padi menjadi hampa seperti ini? (karena) Kuto Teluk (nama sebuah desa/dusun) diguncang gempa).  Legenda dan tradisi lisan ini menyiratkan bahwa gempa sering terjadi di masa lalu di wilayah Kerinci. Meskipun secara kronologis, tidak bisa diketahui kapan terjadinya secara pasti. Hal ini dikarenakan ketiadaan indikator 'waktu' yang disebutkan dalam legenda.

Catatan sejarah terjadinya gempa di wilayah Kerinci di mulai pasca wilayah ini dianeksasi oleh pemerintah Hindia-Belanda. Sekitar tujuh tahun pasca pendudukan, tepatnya pada tanggal 04 Juni 1909 terjadi gempa besar di Kerinci yang berkekuatan sekitar 7.6 skala righter (Tim LIPI, tanpa tahun). Koran Hindia-Belanda Haarlem's Dagblad yang terbit 07 Juli 1909 melaporkan bahwa:  "Di Kerinci, pada malam tanggal 3 Juni memasuki 4 Juni  dirasakan gempa  bumi dahsyat  disertai dengan gelombang pasang . Di Dusun Tanjung Pauh 30 rumah habis terbakar. Di Mendapo-Mendapo bagian Utara, rumah-rumah roboh, penduduk terbunuh. Penduduk menyelamatkan diri dan telegraf rusak.  Kerusakan besar juga terdapat di tempat-tempat utama (hoofdplaats). Kontroler Kerinci  telah pergi ke dusun-dusun yang porak poranda". Kerusakan perkampungan akibat gempa dahsyat terlihat dalam salah satu potret di Dusun Lolo Gedang pasca gempa  1909 (gambar 2). 

Gempa besar berikutnya terjadi pada hari Sabtu tanggal 07 Oktober 1995. Gempa yang berkekuatan 7.0 SR ini, mengakibatkan 84 orang meninggal dunia, 558 Luka Berat dan 1.310 Luka Ringan. Di samping itu, sekitar 7.137 bangunan rusak berat dan 10.533 bangunan rusak ringan (lihat gambar 3) (Kurniawan dkk, 1997).

Gambar 2. Kondisi Dusun Lolo Gedang pasca gempa Kerinci tahun 1909 M. Dok. KITLV-Pictura
Gambar 2. Kondisi Dusun Lolo Gedang pasca gempa Kerinci tahun 1909 M. Dok. KITLV-Pictura
Gempa berikutnya terjadi pada hari Kamis 01 Oktober 2009, selang sehari setelah gempa Padang. Gempa ini berkekuatan sekitar 6.7 Km, berpusat sekitar 46 km sebelah Tenggara Sungai Penuh. Wilayah Kecamatan Gunung Raya menjadi wilayah yang berdampak cukup parah akibat gempa tersebut. Sebagaimana yang dikutip dari antaranews dikabarkan bahwa  sekitar 1100 rumah rusak berat dan ringan di sekitar wilayah Lempur dan Lolo .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun