Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Mempelajari Berbagai Aksara

8 Maret 2018   00:13 Diperbarui: 8 Maret 2018   08:17 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai aksara di Indonesia (hurahura.wordpress.com)

Kemampuan membaca dan menulis aksara Jawi semakin terasah ketika saya menyenangi membaca buku-buku 'kuno' tinggalan kakek saya yang ditulis/dicetak dengan aksara Jawi berbahasa Melayu/Indonesia.

Saya masih ingat judul-judul buku tersebut seperti Kitab Tajul Mulk, Kitab Perukunan, Kitab Qishatul Anbiya (Kisah Para Nabi), dan kitab Kitab Sir Assaalakin fi Thariqat Assaadaat Asshufiyyah karya Syaikh Abdusshomad Al Palimbani walaupun saya tidak memahami isinya, tetapi saya menikmati membaca kata perkata huruf jawi yang tertera di dalamnya.

Aksara ke empat yang saya pelajari adalah aksara incung yang lazim disebut surat incung. Aksara ini merupakan turunan aksara pallawa yang berkembang secara lokal khususnya di Jambi. Saya belajar aksara ini sejak duduk di bangku kelas I SMP secara otodidak berbekal sebuah makalah yang diketik tahun 1992 berjudul "aksara Incung Jambi: membaca dan menulis" dan makalah inipun saya temukan secara tidak sengaja dari tumpukan buku lama yang hendak dibuang. 

Makalah tersebut berisi daftar konsonan dan cara menulis berbagai bentuk kata dalam aksara Incung. Setelah paham benar, saya mencoba mengalihaksarakan sebuah salinan teks kuno bersumber dari naskah surat incung asli yang dilampirkan di bagian awal makalah. Bertahun-tahun kemudian, setelah kemunculan internet saya menemukan adanya alihaksara terhadap teks naskah yang sama oleh peneliti tahun 1941 M dan ternyata sama persis apa yang telah saya buat dulunya.  

Berkat pengetahuan akan aksara ini saya telah mengalihaksarakan dua naskah kuno beraksara incung yang disimpan di Museum Jambi, dan hasilnya telah diseminarkan dalam seminar internasional pernaskahan Nusantara yang digelar tahun kemarin di Surakarta. 

Aksara ke lima yang saya pelajari adalah aksara pasca pallawa yang berkembang di Sumatra khususnya yang digunakan dalam teks naskah kitab Undang-Undang Tanjung Tanah. Awalnya, saya mempelajari aksara ini secara otodidak dengan mengidentifikasi teks naskah dengan hasil alihaksara, ditambah pula dengan pengetahuan menulis aksara incung membantu saya dalam memahami cara menulis dan membaca aksara ini, soalnya kaidah penulisannya tidak jauh berbeda, hanya perbedaan bentuk huruf, sandangan dan pasangannya saja. Pengetahuan tentang aksara Sumatra kuno ini makin terasah dan terus saya perdalam hingga kini melalui berbagai seminar yang telah dan yang akan saya ikuti. 

Pengakhir kata,  bahwa belajar bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun tanpa harus melalui sekolah formal, namun itu semua tergantung kita sendiri, punya niat dan keinginan untuk belajar ataupun tidak. Keinginan yang kuat mendorong manusia berusaha untuk mencapai apa yang ia ingini, sebaliknya tidak ada niat, tidak akan membuat seseorang melakukan apapun.  Sayangnya, niat dan ingin tiap orang berbeda-beda pula. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun