Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Busana "Pribumi" Indonesia

7 November 2017   23:38 Diperbarui: 8 November 2017   09:31 2829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abu Janda dan Busana Jawa (fb page Abu Janda)

Di Sumatera, pengaruh Arab dan Cina sangat kentara, dalam penyebutan berbagai bentuk busana misalnya, ada istilah dalam bahasa daerah yaitu "Sarawa" atau "Siwan" yang berasal dari bahasa Arab  "Syirwal" yang berarti celana, atau ada jenis baju yang biasa disebut dengan istilah "gunting Cina". Di samping itu, penggunaan Jubah yang identik dengan bangsa Arab, juga banyak diserap sebagai busana tradisional oleh para Sultan, Bangsawan, apalagi oleh penyandang status Imam, Kiyai, Haji, Kadi, Fakih, dan Mufti pada masa Islam dan Kolonial di Indonesia. Masyarakat Betawi malahan menggunakan jubah sebagai salah satu busana tradisional bagi pengantin pria.

Baju lurik saya kira adalah busana yang dipengaruhi oleh unsur budaya China untuk modelnya, sementara tenunannya dipengaruhi unsur budaya India, dan penggunaan baju lurik dalam masyarakat Jawa cukup terbilang baru, karena dulu (masa Hindu-Budha) baju tidaklah menjadi komponen utama busana lelaki Jawa sebagaimana yang terlihat pada relief-relief candi.

Unsur Budaya terakhir yang mempengaruhi busana 'pribumi' Indonesia adalah unsur Eropa, penggunaan vest (rompi) dan wambius (jas pendek) marak di kalangan bangsawan istana ketika mereka diperkenalkan dengan tata cara berpakaian ala Eropa.  

Ikat atau tutup kepala turut pula menjadi identitas busana tradisional etnis-etnis di Indonesia. Di Jawa dikenal dengan istilah Blankon, di Sumatera Barat dikenal istilah Deta atau Destar, di Riau dan Jambi ada istilah Tanjak, di Bali ada istilah Udeng, di Aceh ada istilah kupiah meuketuep, kupiah tungkop atau kupiah syam dan berbagai istilah lainnya yang digunakan oleh etnis di Indonesia. Berbagai bentuk ikat/tutup kepala tersebut bila diperhatikan secara seksama memiliki kemiripan dengan bentuk 'lilitan surban' atau 'kupiah' dari budaya-budaya lain di dunia seperti India, Arab bahkan Turki. 

Pakaian Adat laki-laki suku Kerinci di Jambi, salah satu busana 'pribumi' Nusantara. (Dok. KITLV-pictura)
Pakaian Adat laki-laki suku Kerinci di Jambi, salah satu busana 'pribumi' Nusantara. (Dok. KITLV-pictura)
Sangat aneh kiranya bila ada pernyataan yang dilontarkan seseorang yang berbunyi "pribumi bangga pakai baju daerah, bukan baju Timur Tengah", padahal tidak dapat dipungkiri bahwa budaya Timur Tengah juga lekat dan menjadi salah satu unsur yang membentuk serta mempengaruhi budaya daerah 'pribumi' di Indonesia. Bagi saya, pernyataan demikian tidak lebih sebagai pernyataan propaganda atas ketidaksukaan berlebihan suatu golongan terhadap "sesuatu" yang berbau "tertentu". (Sudah tau lah ya?).

Sebuah kritik untuk Abu Janda Al-Boliwudi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun