Mohon tunggu...
Hafid Rofi Pradana
Hafid Rofi Pradana Mohon Tunggu... Penulis - Transportation and Colonial Historian

History and Tech Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjelajahi Sejarah dalam Ranah Publik

13 Mei 2018   14:31 Diperbarui: 13 Mei 2018   14:51 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari senin, 13 Maret 2018 seusai mencari referensi arsip untuk keperluan skripsi di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa timur, siang itu saya langsung menuju ke ruang i6 Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum UNESA untuk menghadiri Bedah Buku "Sejarah Publik: Sebuah Panduan Praktis" karya Faye Sayer yang diadakan oleh jurusan Pendidikan Sejarah FISH UNESA. 

Seminar tersebut menghadirkan dua narasumber yakni bapak Adrian Perkasa (dosen ilmu Sejarah UNAIR sekaligus pemerhati cagar budaya) dan bapak Henri Nurcahyo (budayawan dan ahli tradisi lisan). Sebelum acara dimulai saya sempat berbincang-bincang dengan pak Adrian. Maklum kami pertama kali bertemu di forum kesejarahan di Jakarta Mei tahun lalu (tulisan mengenai acara forum kesejarahan bisa diihat di sini). Tak lama kemudian acaranya pun dimulai.

Peserta yang hadir pada acara tersebut terdiri dari berbagai angkatan dan prodi. Acara tersebut mendapatkan antusias yang cukup besar karena pak Adrian merupakan mantan aktor "Ketika Cinta Bertasbih" dan "Cinta Suci Zahrana", dan bisa ditebak yang hadir pada acara tersebut mayoritas para kaum hawa (mungkin karena lebih penasaran dengan pak Adrian :D). Next, materi pertama dibuka oleh pak Adrian Perkasa.

Pak Adrian menuturkan bahwa dalam meneliti sebuah peristiwa masa lalu  harus ada sumber yang valid. Tanpa ada sumber yang valid tentu sebuah  narasi sejarah tersebut hanyalah fiktif belaka. Sumber tersebut bisa  didapatkan dari berbagai hal, misalnya adalah wawancara dengan tokoh  masyarakat sebagai sumber lisan. “Melaui Sumber lisan, narasi sejarah  bisa lebih dekat dengan masyarakat dan praktik sejarah publik,”.

Selain itu, elemen masyarakat dan komunitas sejarah bisa dijadikan  sarana dalam mempertahankan sebuah eksistensi cagar budaya sebagai tetenger sejarah dan berbagai maca memori yang melekat. Adrian mencontohkan,  ketika kawasan Trowulan akan dibangun pabrik baja pada tahun 2012.  Ketika itu pak Adrian bersama teman-teman pemerhati sejarah bersama-sama  menolak adanya penghancuran kawasan situs Trowulan dengan membuat petisi  online. Petisi tersebut merupakan petisi pertama di Indonesia yang  mengangkat tentang kebudayaan.

“Dalam praktiknya petisi tersebut berhasil menarik ratusan bahkan  ribuan orang dari seluruh Indonesia untuk bersama-sama menolak  penggusuran kawasan situs Trowulan. Dengan adanya sebuah kasus yang  viral tersebut maka secara tidak langsung situs Trowulan sempat menjadi  perhatian dari para pemerhati sejarah dunia saat itu,” cerita mantan cak  Suroboyo tersebut.

Sementara itu, narasumber kedua yakni pak Henri Nurcahyo dalam diskusinya sempat membuka memori  lama mengenai historiografi Indonesia pada masa Orde Baru. Pada masa  Orde Baru, cerita sejarah dianggap sebagai “milik penguasa”. Siapapun  dan apapun tulisan yang bertentangan dengan pemerintah saat itu langsung  dicekal atau dibredel. Saat Orde Baru lengser, penafsiran sejarah pun  ikut berubah. “Sejarah tidak hanya untuk para kalangan akademisi atau  sejarawan, namun sejarah juga untuk publik”.

Tak lupa, pak Henri dalam ulasannya menekankan pentingnya sejarah lokal  yang bisa memberikan tambahan alternatif interpretasi pada narasi  sejarah. Salah satunya adalah dongeng dan hikayat masyarakat. Melalui  sebuah dongeng atau hikayat, diharapkan bisa memberikan warna baru dalam  dunia historiografi Indonesia. 

Di akhir sesi bedah buku saya menyempatkan diri berfoto bareng dengan pak Adrian (maklum kami sama-sama asli wong Tulungagung :D)

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
(note: Tulisan kedua mengenai kegiatan Bedah Buku Sejarah Publik pernah saya unggah di situs FISH UNESA. Selengkapnya klik di sini)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun