Banyak yang bisa kita lihat di museum, walaupun secara zaman itu akan membawa kita ke masa lampau dan membuat kesan jadul (jaman dulu), norak dan akan terkesan kolot. Tapi itulah ciri bangsa yang pernah besar, besar karna mengakui segala jasa para pahlawan dan sejarah, ketika kita lupa bagaimana cara menghargai sejarah dan pahlawan maka terimalah statement sebagai bangsa (yang pernah) besar. [caption id="attachment_222286" align="aligncenter" width="480" caption="Museum Bahari dilihat dari dalam (dok pribadi)"][/caption]
Museum- museum dijakarta secara konteks 'tatap muka' masih terawat tapi mungkin kita lihat salah satu contoh bagaimana perjalanan masa lalu ke museum bahari. Melalui 'mesin waktu' ini kita melihat jejak yang luar biasa bagaimana bangsa kita menentang kondisi alam dan teknologi, karena dimasa itu teknologi yang hanya berbekal perahu layar harus menentang gelombang-gelombang laut yang tak dapat diprediksi. Ya, itulah nenek moyang bangsa Indonesia seorang pelaut, menjelajah samudera demi jati diri dan penghidupan, ciri khas yang bernuansa maskulin secara represif. Museum Bahari adalah museum yang menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke yang berlokasi di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa. Museum ini merupakan sebuah gudang dizaman kolonial Belanda. Gudang ini berfungsi untuk menyimpan, memilih dan mengepak hasil bumi, seperti rempah-rempah yang merupakan komoditi utama VOC yang sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan yang berdiri persis di samping muara Ci Liwung ini memiliki dua sisi, sisi barat dikenal dengan sebutan Westzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat (dibangun secara bertahap mulai tahun 1652-1771 dan sisi timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur. Gudang barat terdiri dari empat unit bangunan, dan tiga unit di antaranya yang sekarang digunakan sebagai Museum Bahari. Gedung ini awalnya digunakan untuk menyimpan barang dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil. Pada masa pendudukan jepang, gedung-gedung ini dipakai sebagai tempat menyimpan barang logistik tentara Jepang. Setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini dipakai oleh PLN dan PTT untuk gudang. Tahun 1976, bangunan cagar budaya ini dipugar kembali, dan kemudian pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari. [caption id="attachment_222288" align="aligncenter" width="300" caption="koleksi museum Bahari (dok.pribadi)"]
[caption id="" align="aligncenter" width="339" caption="Sharp Plasmacluster Ion Jinjing (gambar dari sharppci.com)"]