Mohon tunggu...
Haendy B
Haendy B Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, Football Anthutsias

mengamati dan menulis walau bukan seorang yang "ahli" | Footballism

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Integrasi, Cara Gubernur Anies Naikkan Level Transportasi Jakarta

23 Januari 2020   22:10 Diperbarui: 23 Januari 2020   22:08 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konsep kota modern, transportasi publik adalah kunci untuk menggerakkan jutaan manusia dikota tersebut. Kepemilikan kendaraan pribadi yang jumlahnya semakin masif akan menguras lebar jalan hingga tak tersedianya slot kosong bagi para penggunanya. Pemerintah yang berwawasan modern dan ingin menyelamatkan kotanya dari stucknya jalan dikota tersebut mau tak mau harus memberikan perhatian yang lebih kepada pembangunan transportasi umum.

Untuk kota  besar seperti Jakarta dengan wajah kompleksitas pembangunan semakin menantang karena Jakarta memegang predikat sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis sekaligus, 2 hal tersebut menyebabkan Jakarta dan kota-kota satelit disekitarnya menjadi sesak akan manusia. Pemerintah berperan sebagai pengayom masyarakat, harus memikirkan kebutuhan warganya terutama seperti pemerintah daerah seperti DKI Jakarta. Saat ini dibutuhkan banyak hal untuk melengkapi kebutuhan bagi penduduk dikota tersebut seperti transportasi.

Transportasi didaerah padat penduduk di Jakarta adalah bagaimana mengurangi pemakaian kendaraan pribadi warganya dan berganti dengan angkutan umum. Untuk data tahun 2018 kendaraan bermotor roda empat yang jumlahnya mencapai sekitar 3,5 juta dan kendaraan roda dua mencapai 14,5 juta. Bisa dibayangkan bagaimana semua kendaraan tersebut tumpah ruah dijalanan Jakarta diwaktu yang sama. Sehingga membentu simpul kemacetan dimana-mana dan menurunkan kebahagian warganya.

Transportasi publik DKI

Era transportasi publik dimulai saat gubernur Sutiyoso atau bang Yos membangun TransJakarta, yang akan melintas disepanjang jalan ibukota, ditambah ada monorail, subway dan waterway, era transportasi publik DKI Jakarta pun dimulai. Hingga pertengahan 2006 monorail yang digagas bang Yos menemui hambatan dan tak berjalan. Praktis hanya TranJakarta yang berkembang dan menjadi andalan.

Ganti gubernur ke Fauzi bowo, TransJakarta menambah banyak jalurnya menjadi 11 koridor dengan variasi moda yang cendrung stagnan, terhambatnya pertumbuhan transportasi publik sejalan dengan semakin macetnya ibukota. Tapi Bang Foke meninggalkan warisan terminal Pulo Gebang sebagai salah satu terminal terbesar di Asia Tenggara.

Lanjut ke gubernur Jokowi, era transportasi publik berbasis rel dimulai yang ditandai dengan dimulai pembangunan MRT dan mencoba mengharapkan pembangunan kembali monorail namun sayngnya kembali mentah, Jokowi juga berhasil merevitalisasi beberapa terminal di DKI Jakarta untuk menunjang pembangunan transportasi publiknya.

Basuki Tjahaya Purnama melanjutkan suksesi Jokowi yang terpilih menjadi presiden. Membangun jalur layang untuk BRT TransJakarta koridor 13 dan LRT Jakarta Velodrome-Kelapa Gading adalah visi seorang Basuki dan presiden Jokowi tak ketinggalan membangun konsep transportasi publiknya yang coba mengakomodir warga dikota-kota satelit Ibukota dengan membangun LRT Jabodebek.

Namun ada satu yang hilang dimasifnya pembangunan trasnportasi tersebut yakni hilangnya integrasi diantara semua moda tersebut. Sebagai contoh sebelum tahun 2108 bisa dibayangkan LRT Velodrome-Kelapa Gading hanya berjalan bolak balik disekitar rute yang singkat yakni 5,8 km.

Berdekatan dengan halte transJakarta Rawamangun namun penumpang LRT tak dapat berpindah moda secara praktis. Imbas yang akan terjadi jika tak ada sarana untuk integrasi adalah pertumbuhan jumlah penumpang yang tak berarti, pengguna LRT Jakarta hanya bisa melintas sepanjang 5,8 km saja. Dimasa gubernur Anies ini yang coba diperbaiki.

Integrasi adalah Koentji

Integrasi adalah poinnya, lrt velodrome -- Kelapa Gading memang sepanjang 5,8 km, tapi jika sudah terintegrasi lewat sarana seperti jembatan penghubung maka jarak yang tadi 5,8 km bisa bertambah puluhan kilometer saat terintegrasi dengan Transjakarta.  Hal yang disadari Gubernur Anies dan dia coba kembangkan untuk beberapa lokasi yang memang bisa diintegrasikan.

Kawasan berikutnya adalah halte koridor 13 yakni halte CSW dengan halte MRT Asean yang beririsan namun tak nyambung diantara keduanya. Bisa dibayangkan penumpang yang di halte CSW harus turun dari halte yang memiliki 117 anak tangga atau setara banguan 7 lantai dan kembali menaiki tangga atau lift untuk sekedar naik MRT Jakarta, sungguh melelahkan. Yang lebih ironi lagi 2 moda transportasi yang beririsan namun tak bersatu ini milik pemda DKI Jakarta. Kini gubernur Anies pun menyiapkan konsep yakni integrasi.

Dan hari rabu tanggal 22 januari 2020, Gubernur Anies menjalankan konsep integrasi antar modanya dengan secara simbolis membuka proyek integrasi halte CSW TransJakarta dengan halte MRT Asean. Yang menarik desainnya bukan hanya sekedar jembatan penghubung tetapi dilengkapi menjadi bangunan 4-5 lantai yang disetiap lantainya dapat diisi toko atau retail. Jika dilihat konsepnya, pola yang diinginkan guburnur Anies adalah memaksimalkan moda transportasi publik yang dimiliki DKI Jakarta dan hal ini baru terjadi sekarang.

Menjadikan halte bukan hanya sebagai tempat menaikkan dan menurunkan penumpang tetapi menaikan status atau level halte menjadi konsep TOD (Transit Oriented Development) yang dapat memberi pemasukan tambahan bagi pendapatan daerah di Jakarta. Hal ini harusnya dapat diterapkan di integrasi transjakarta dengan lrt Jakarta Rawamangun namun sayangnya integrasi halte velodrome lrt Jakarta dan halte BRT TransJakarta Rawamangun hanyalah jembatan penghubung biasa.

Pemrov DKI harus mencari peluang dibalik terus tumbuhnya penumpang TransJakarta dengan mencari pemasukan selain tiket yang ternyata menguras apbd DKI Jakarta sebanyak 5 triliun rupiah setiap tahunnya untuk subsidi.

Menarik dinanti bagaimana Gubernur Anies sang gubernur integrasi akan memaksimalkan halte-halte yang terintegrasi baik antara bus TransJakarta dimana ada 26 halte transjakarta yang melayani lebih dari satu rute dan memiliki potensi untuk disesaki penumpang atau antara moda transportasi lain seperti dengan LRT, MRT dan KRL.  Konsep integrasi sendiri akan mendorong masyarakat untuk meninggalkan kendaraan pribadi mereka dirumah dan menaiki transportasi publik ke tempat kerja. Dan Gubernur Anies pun bisa membuat bahagia warganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun