Pada awal tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan ini bertujuan untuk menghemat pengeluaran pemerintah dengan memangkas 16 pos pengeluaran dengan total mencapai Rp306,6 triliun. Pemangkasan tersebut mencakup Rp256,1 triliun dari belanja kementerian atau lembaga serta Rp50,5 triliun untuk transfer ke daerah.
Dampak Pemangkasan Anggaran terhadap Sektor Vital
Beberapa kementerian dan lembaga yang terkena dampak pemotongan anggaran antara lain Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Suryantoro, menekankan bahwa efisiensi anggaran ini bertujuan untuk mendukung program prioritas pemerintah, salah satunya Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini akan menerima tambahan dana sebesar Rp100 triliun yang bersumber dari pemangkasan anggaran berbagai kementerian.
Namun, pemotongan anggaran secara besar-besaran ini berpotensi membawa dampak negatif terhadap pelayanan publik. Pengurangan anggaran di sektor kesehatan dan pendidikan dikhawatirkan dapat melemahkan kualitas layanan bagi masyarakat. Kedua sektor ini merupakan pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Pemangkasan anggaran juga dapat berpengaruh pada kinerja aparatur sipil negara (ASN) serta menyebabkan keterbatasan sumber daya dalam menjalankan tugas pemerintahan.
Salah satu dampak yang paling nyata dari efisiensi anggaran ini adalah semakin terbukanya peluang bagi investasi asing dan swasta dalam pelayanan publik. Ketika anggaran pemerintah terbatas, sektor swasta sering kali mengisi kekosongan tersebut dengan investasi mereka, yang dalam jangka panjang dapat mengurangi kedaulatan negara dalam pengelolaan sektor strategis.
Selain itu, keterbatasan anggaran sering kali dikaitkan dengan lemahnya kebijakan fiskal yang diterapkan. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah pemasukan negara. Namun, dalam sistem ekonomi kapitalisme yang saat ini diterapkan, pengelolaan sumber daya alam cenderung lebih menguntungkan pemilik modal dibandingkan rakyat. Hal ini berujung pada ketidakseimbangan dalam distribusi pendapatan negara.
Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nidhamul Islam, sistem ekonomi kapitalisme mengedepankan kebebasan kepemilikan yang memungkinkan sumber daya alam dikuasai oleh segelintir individu atau korporasi. Akibatnya, keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam lebih banyak mengalir ke sektor swasta dibandingkan digunakan untuk kepentingan publik. Hal ini menjadikan negara lebih bergantung pada investor asing dalam pembiayaan proyek-proyek strategisnya.
Alternatif Solusi dalam Pengelolaan Anggaran
Dalam sistem Islam, negara memiliki mekanisme ekonomi yang berbeda dalam mengatur anggaran. Prinsip utama dalam ekonomi Islam adalah bahwa seluruh sumber daya alam yang strategis merupakan kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Islam menempatkan pemerintah sebagai pelayan rakyat yang bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dalam konsep ekonomi Islam, pendapatan negara bersumber dari tiga pos utama, yaitu:
- Baca juga: Yuks Kawal Program Cek Kesehatan Gratis
Pos Kepemilikan Negara, yang mencakup harta fa'i, kharaj, jizyah, dan ghanimah.
Pos Kepemilikan Umum, yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!