Mohon tunggu...
Hadiri Abdurrazaq
Hadiri Abdurrazaq Mohon Tunggu... Editor - Editor dan penulis

Menjelajah dunia kata | Merangkai kalimat | Menemukan dan menyuguhkan mutiara makna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dialektika Sosial Covid-19

16 Mei 2020   00:10 Diperbarui: 3 Juni 2020   01:12 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi dunia memasuki tahun 2020 berubah drastis menyusul merebaknya virus Corona (Covid-19) yang dengan sangat cepat jadi pandemi. Virus yang diketahui bermula jangkit di Wuhan, Cina pada akhir 2019 ini membuat repot dan resah semua kalangan, dari kaum elite hingga rakyat jelata.

Penyebaran plus pemberitaan masif virus ini bak horor mengerikan, mau tak mau mengubah---paling tidak untuk beberapa waktu tertentu---pola interaksi sosial masyarakat maupun kebijakan publik terkait politik, hukum, ekonomi, pendidikan dan budaya serta praktik-praktik keagamaan.

Pola social distancing atau lebih khusus lagi physical distancing diyakini menjadi kunci kontra penyebaran virus ini. Mobilitas horizontal harus dikendalikan, dan kontak fisik orang perorang diminimalkan. Pasalnya, perkembangan virus ini "dikampanyekan" seakan mengikuti pergerakan sosial: makin tinggi intensitas pergerakan dalam kerumunan makin menaikkan potensi penyebarannya.

Konon penangkal utama Covid-19 ialah imunitas tubuh. Sementara pemberitaan tentang virus ini mengalir begitu masif, mengemukakan korban-korban harian yang terus berjatuhan, nyaris seperti teror; menggedor-gedor benteng psike (jiwa) orang yang membacanya dan menyesaki pikiran sosial dengan ketakutan yang bertambah-tambah.

Situasi sosial dengan picu Covid-19 ini tak cukup dipahami hanya dengan logika hitam dan putih, salah dan benar, ya dan tidak. Meminjam rumusan Tan Malaka dalam Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika), ada dialektika sosial di sini: menyangkut ruang dan waktu; keterkaitan, pergerakan, dan kontradiksi sosial disertai ragam spekulasi.

Dialektika

Sebenarnya Covid-19 itu ada atau tidak, sih? Jika nyata ada, apakah benar-benar berbahaya sebagaimana efeknya (yang diberitakan masif)? Mungkinkah virus ini hanyalah semacam absolute idea versi Hegel atau merupakan satu abstraksi versi Marx-Engels?

Bagi sebagian orang, mungkin pertanyaan-pertanyaan tersebut "bodoh" dan "ngawur." Sudah jelas, dunia dibikin kalang kabut olehnya. Hanya dalam durasi tiga bulan, kasus orang-orang yang dikonfirmasi positif terinfeksi virus ini sudah mencapai angka satu juta-an di seluruh dunia, dan tak sedikit yang dilaporkan meninggal. Tetapi secara akumulatif banyak yang berhasil sembuh. Padahal, konon, vaksin untuk penyakit yang diakibatkan oleh virus ini belum berhasil dibuat (ditemukan)?

Realitas menunjukkan gegara virus ini mobilitas sosial masyarakat melambat: banyak agenda politik mandek, aktivitas ekonomi dan bisnis terhambat, industri olahraga dan hiburan dihentikan, sektor-sektor di bidang hukum dan peradilan serta pendidikan dan budaya dibuat tak menentu, dan kegiatan-kegiatan sosial-keagamaan kacau. Covid-19 mengganjal pergerakan roda dunia.

Meski demikian, situasi ini nyaris tak ada pengaruh terhadap dunia maya. Justru intensitasnya cenderung naik. Covid-19 memaksa kita berdiam di rumah: bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah. Interaksi melalui dunia maya jadi pilihan. Covid-19 menggiring kita hidup di alam maya.

Apakah ini sebentuk pertarungan idealisme versus materialisme---lebih khusus lagi; yakni semacam perang dialektika Hegel yang idealis kontra dialektika Marx-Engels yang materialis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun