Mohon tunggu...
Hadi Saputra
Hadi Saputra Mohon Tunggu... -

Pekerja di Perusahaan swasta minyak goreng, hobi baca dan makan. Masih ngerasa muda,punya favoritisme pada jenis makanan tertentu seperti LAPO, membaca banyak bacaan yang kadang menimbulkan perasaan tidak menentu, asalnya dari Cirebon.\r\nMerasa hidup seharusnya bisa lebih baik jika orang-orang bisa mau saling mengerti dan memberi kesempatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sulitnya Mengasihi Semua Orang

16 Mei 2010   14:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:10 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi hari tadi saya melihat dua hal yang membuat siapapun menjadi gusar. Yang pertama, ada seorang ibu yang mengatakan dengan kurang sopan pada seorang nenek yang sepertinya orangtuanya sendiri untuk lekas naik ke dalam mobil yang pintunya sedang dia buka.

Yang kedua, saya melihat seorang pembantu perempuan yang terburu-buru menuju sebuah pintu mobil dimana tuannya duduk menunggu di belakang stir. Yang terekam adalah wajahnya yang terguratkan rasa takut seakan terlambat satu menit saja, makian sudah menunggunya.

Secara kebetulan, melihat dua hal ini menimbulkan perasaan tidak enak. Ada yang salah, cuplikan kejadian singkat ini seperti lukisan kesalahan yang sering dibuat manusia, merasa cukup baik untuk membuat manusia lainnya hidup dalam tekanan.

Sejarah kehidupan manusia hingga kini memang tidak pernah lepas dari pergumulan yang diakibatkan oleh pementingan diri sendiri dan sakit hati. Kadang kalau dipikir, rasanya tidak masuk akal. Manusia yang sama yang bisa begitu peduli dan penuh kasih, bisa punya kebencian yang timbul dari hati yang juga sama. Kenapa kalau tahu hidup bisa lebih baik bila mau saling mengerti dan mengasihi, tetap lebih memilih untuk menjadi serigala bagi sesama? Tiap orang pasti punya jawaban untuk hal ini. Ada banyak teori yang bisa dipakai untuk membenarkan beberapa hal yang terjadi dan yang diperbuat oleh seorang manusia, tapi selama itu terjadi, tetap saja manusia terlalu mudah menjadi serigala untuk sesamanya sendiri.

Ada salah satu hasil penelitian yang mengatakan salah satu perbedaan manusia dengan binatang adalah binatang bisa peduli dengan dirinya dan paling tinggi kelompoknya. Sementara manusia bisa lebih peduli lintas kelompok, lintas daerah, Negara dan tidak peduli walau bukan saudara sedarah, tapi bisa timbul perasaan solidaritas dan senasib sepenanggungan. Contohnya adalah serigala bisa peduli pada kelompok tempat ia tinggal, tapi jika bertemu serigala dari kelompok yang lain, walau sesama serigala, mereka bisa saling menyerang. Sampai di sini masih sama, manusia juga demikian. Walau sesama manusia, bila ada perbedaan ideology, kepercayaan atau visi kelompok, bisa saling menyakiti dan tidak peduli. Tapi untuk manusia, dimaklumkan bahwa bila punya ideology yang sama dengan manusia lain yang tinggal ribuan kilometer darinya dan tidak pernah bertemu sebelumnya, tapi mengetahui ada penindasan dan ketidakadilan menimpa ‘sesama’ mereka itu, maka akan muncul pembelaan, rasa senasib sepenanggungan, dan amarah yang timbul dari rasa sakit seakan mereka sendiri yang merasakan penindasan tersebut.

Lucunya, definisi sesama yang muncul dalam cetak tebal diatas, dikenakan dalam definisi yang terkotak, dibatasi oleh para manusia sendiri. Dalam kaitannya hidup bermasyarakat, sesama bisa berarti mereka yang sama denganku dalam beberapa hal, dan bukan mereka yang tidak sepaham denganku. Padahal, kita semua adalah sesama manusia. Contoh mudahnya adalah perselisihan yang terjadi di Koja beberapa waktu lalu. Antara sesama manusia, perkelahian yang cukup memilukan terjadi, darah tercurahkan dari antara sama-sama anak bangsa Indonesia. Tapi waktu mereka sama-sama dalam keadaan terluka dan berteriak kesakitan, memerlukan pertolongan, Surat Kabar mencatat, mereka sama-sama terbaring di rumah sakit dengan tak ubahnya sesama yang sama-sama membutuhkan pengobatan. Berbaring bersisian, menangis bersisian, mengeluh dan merintih bersama meminta pertolongan bisa segera datang atas mereka. Sesama, senasib sepenanggungan.

Contoh lainnya adalah antar bangsa. Bangsa kita sendiri tak pernah luput dari persengketaan berupa-rupa macam dan perdebatan tiada akhir. Tapi sewaktu ada bangsa lain merendahkan bangsa kita, mencuri kebudayaan kita, mengatakan bangsa kita bodoh dan terbelakang, maka rasa solidaritas ini muncul. Makna sesama ini diperluas. Bukan lagi Indonesia Anu atau Indonesia Itu, tapi satu Indonesia, dan menyebut seteru dalam negeri kita sebagai sesama, untuk menghimpun kekuatan dan berdiri bersama menentang si musuh bangsa. Walau pada akhirnya, kita pasti mengerti, bahwa orang-orang yang ada di beda Negara itu adalah sesama kita juga, sama-sama manusia. Buktinya, misalnya saja, ada mahluk asing yang menyerbu bumi, maka sesama manusia pasti bersatu padu, membela hak ras manusia, menjadi sesama di bawah satu bendera, dan memerangi alien, mahluk di luar lingkup keberadaan kita sebagai manusia. Tidak peduli perbedaan, tidak peduli jarak, tidak peduli banyak hal, yang ada hanya mempertahankan diri bersama dari musuh ras manusia.

Ya, tentu saja ini hanya contoh. Tapi pikirkanlah, siapakah sesamamu manusia?

Dua kisah di awal, harus saya akui, saya hanya melewati tempat kejadian dan berpas-pasan tidak lebih dari lima detik. Yang walau saya merasa mata saya merekam cukup, tentu saja belum tentu si Ibu yang meminta Ibunya yang sudah tua untuk cepat masuk ke dalam mobil dengan nada kurang sopan itu benar-benar bermaksud kurang ajar. Atau si pelayan perempuan yang tergesa-gesa menuju mobil mewah dengan membawa potongan kelapa di tangannya dengan raut gusar itu sungguh berada di bawah tekanan atasannya. Saya tidak benar-benar tahu. Tapi tetap ada perasaan yang timbul ketika melihat si Nenek dengan rambut putih dan langkah tertatih menuju pintu mobil menjadi tiba-tiba Nampak agak terkejut dan mengayunkan cepat kakinya yang sulit diangkat tinggi untuk masuk ke dalam pintu mobil yang terbuka. Dan sejujurnya ketika saya mendengar seruan nada kurang sopan itu dan menoleh pada si Ibu muda yang membuka pintu mobil itu, si Ibu muda itu sendiri nampak agak kaget dan mungkin merasa malu karena ucapannya saya dengar. Dan sungguh, Ibu tua itu naik dengan panik seakan dia bukan siapa-siapa, hanya orang tua yang tertekan dan diperlakukan tidak sewajarnya oleh orang-orang yang seharusnya menghormati dan mengasihi dia. Juga pelayan itu, kenapa dia melangkahkan kaki cepat-cepat dan membuka pintu belakang mobil dengan wajah seperti membayangkan amarah apa yang menantinya. Mengingat statusnya, tidak sulit kita bayangkan bagaimana bila atasannya mau untuk memaki, maka tidak ada yang akan membelanya. Raut seorang perempuan yang terlihat gugup, khawatir, diburu-buru oleh bayangan nasibnya bahwa si bos tidak akan menganggapnya sesama, tapi hanya pelayan.

Kita tahu bahwa pengalaman tidak mengenakan membuat kita berpikir lebih jauh dan bijaksana. Dan pemikiran untuk menghargai sesama memang sering tidak serta merta muncul karena kita semua lebih mudah untuk mementingkan diri sendiri. Tapi biarlah perkataan kuno yang tidak pernah akan lekang oleh waktu ini dapat senantiasa kita ingat: “Jangan melakukan sesuatu pada sesamamu, apa yang kamu sendiri tidak mau menanggungnya”. Dan bahkan perkataan itu di-naik tingkatkan, bukan berupa kalimat negatif, tapi dengan lebih bijak dibuat menjadi: “Lakukanlah pada sesamamu manusia sebagaimana kamu sendiri mau diperlakukan”. Kiranya kita menjadi lebih bijak dan mengasihi semua sesama kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun