Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dolanan Tradisional Anak-anak Menuju Punah, Apa yang Harus Dilakukan?

21 Mei 2025   13:18 Diperbarui: 21 Mei 2025   16:34 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Anak-anak bermain layangan. (Foto: KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)

Pemandangan absurd terjadi di depan rumah sore kemarin: ada layang-layang putus yang tergeletak begitu saja di halaman rumah. Tepatnya di jalan depan rumah.

Bagi saya, itu pemandangan yang absurd. Bahkan menyedihkan. Betapa ada layang-layang putus tetapi tidak ada anak-anak yang berlarian mengejarnya. 

Layang-layang putus itu seolah kehilangan harga dirinya. Tidak lagi berharga. 

Sebab, tidak ada anak-anak yang menganggapnya penting dan bernilai sehingga rela berlomba-lomba, berlarian demi mendapatkannya.

Mungkin karena saya tinggal di lingkungan perumahan sehingga anak-anaknya tidak antusias bermain layang-layang. Tapi, sepengetahuan saya, fenomena seperti itu kini terjadi di banyak tempat.  

Ingatan saya mendadak kembali ke masa 30 tahun silam. Kembali ke masa pertengahan 90 an saat masih duduk di bangku SD. Kala itu, layang-layang adalah permainan primadona.

Ada banyak anak-anak yang beradu bermain sambitan layang-layang di tanah lapangan maupun di sawah. 

Dan ketika ada layang-layang putus, spontan para pemburunya berhamburan. Ya, layang-layang putus itu langsung diperebutkan banyak anak.

Kadang, demi bisa menjadi 'pemenang' yang mendapatkan layang-layang itu, mereka menginjak-injak tanaman padi yang baru berumur beberapa bulan. 

Saya malah pernah punya pengalaman dikejar-kejar pemilik sawah karena dianggap merusak tanaman padi di sawahnya. Lain waktu malah tersesat di ladang tebu yang luas demi mencari layang-layang putus.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun