Kapten Sam Kerr yang mencetak lima gol, bermain di tim putri Chelsea.
Lalu, penyerang bernomor 9, Caitilin Foord bermain di Arsenal. Pemain nomor 11, Mary Fowler bermain di Montperllier di Liga putri Prancis, dan Hayley Raso yang mencetak dua gol, main di Manchester City.
Tentu saja, mereka semuanya matang karena ditempa kompetisi level Eropa. Terlalu sundul langit (jauh jaraknya) bila dibandingkan dengan pemain yang tidak mengenyam kompetisi.
Kaget karena gelontoran gol yang datangnya seperti air bah
Memang, bilapun Indonesia punya kompetisi sepak bola putri, rasanya masih sulit menang atas tim putri Australia yang sudah menjadi 'raksasa' di turnamen ini.
Namun, saya yakin, setidaknya ada perlawanan. Setidaknya akan ada dua tiga momen mengerikan yang dirasakan pemain-pemain Australia ketika tim putri Indonesia melancarkan serangan.
Sebab, bila pemain-pemain Indonesia rutin tampil di kompetisi, mereka tentu memiliki kelebihan. Minimal, kondisi fisik dan mental mereka sudah sangat oke karena rutin bermain di kompetisi.
Lebih dari itu, yang terpenting, pemain-pemain putri Indonesia sudah terbiasa dengan organisasi permainan yang mereka mainkan di level klub. Sehingga ketika main di timnas, mereka tinggal beradaptasi (mungkin) dengan pola baru.
Di pertandingan kemarin, ketiadaan kompetisi membuat mereka terlihat kalah segalanya dari Australia. Ya kalah skill individu, stamina, juga organisasi permainan.
Bahkan mungkin, pemain-pemain putri kita sempat kaget dengan level kualitas level pemain-pemain Australia. Utamanya setelah Austalia mencetak gol di menit ke-9 lewat Sam Kerr.
Di menit ke-11, Kerr kembali mencetak gol. Dua gol tercipta dalam selisih dua menit. Lalu, Foord dan Fowler mencetak gol di menit ke-14 dan 17. Hanya dalam tiga menit kembali terjadi dua gol.