Tetapi memang, sepak bola itu bukan tentang masa lalu. Tim yang meraih hasil bagus di beberapa pertandingan sebelumnya seperti Tottenham, belum tentu menang di hari ini.
Sebaliknya, tim yang sebelumnya belum pernah menang seperti Crystal Palace, bukan berarti akan terus merindu kemenangan. Setiap pertandingan adalah kesempatan baru untuk mengubah situasi menjadi lebih baik.
Dari kekalahan Tottenham di Selhurst Park itu, ada beberapa blessing in disguise yang bisa diambil sebagai pelajaran. Bahwa, kejatuhan bisa datang kapan saja dan menimpa siapa saja, termasuk bagi mereka yang sedang menikmati kejayaan.
Bila tidak waspada dengan kompetitor, bila tidak siap menghadapi tantangan yang senantiasa baru dan berbeda dari sebelumnya, maka bersiaplah merasakan kejatuhan.
Apalagi bila muncul rasa jumawa dan memandang remeh orang lain karena merasa lebih berpengalaman.
Padahal, pengalaman itu bukan jaminan akan selalu menang. Sebab, mereka yang kurang punya pengalaman, biasanya menutupi kekurangannya itu dengan memiliki motivasi yang lebih besar.
Kurang apa coba Santo bila dibandingkan dengan Patrick Vieira. Dia nyaris unggul segalanya.
Santo sudah melatih tahun 2012 dengan melatih Rio Ave, Valencia, Porto, hingga Wolverhampton.
Selama itu, dia pernah jadi pelatih terbaik bulanan di Liga Spanyol edisi September 2014, Desember 2014, dan Februari 2015. Dia memmbawa Wolverhampton juara Championship 2017/18 dan promosi ke Premier League. Di Premier League, dia meraih manager of the month edisi September 2016, Juni 2020, dan Oktober 2020.
Sementara Vieira (45 tahun) semasa menjadi pemain memang sukses besar. Namun, sebagai pelatih, dia masih 'hijau'. Dia baru menjadi pelatih di tahun 2016 lalu saat melatih klub Amerika Serikat, New York City FC. Lalu klub Prancis, Nice. Pencapaiannya pun biasa saja.
Tapi, orang baru minim pengalaman seperti Vieira selalu punya motivasi untuk membuktikan dirinya mampu. Terlebih bila bersaing dengan mereka yang lebih berpengalaman. Dan itu yang terjadi saat Palace mengalahkan Tottenham.