Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kai Havertz dan Pelajaran Move On dari Nyinyiran di "Tempat Kerja"

31 Mei 2021   09:26 Diperbarui: 2 Juni 2021   05:34 2976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kai Havertz, pemain muda asal Jerman yang jadi penentu kemenangan Chelsea atas Manchester City di Final Liga Champions 2020-2021.| Sumber: TWITTER.com/KAIHAVERTZ29

Sebelum malam final Liga Champions yang berakhir manis untuk Chelsea, Minggu (30/5) pagi kemarin, mudah menyebut nama Kai Havertz sebagai rekrutan gagal. Flop. Begitu kata media Inggris.

Maklum, ketika ada pemain berusia 21 tahun direkrut dengan anggaran 71 juta pounds (bila dirupiahkan jumlahnya lebih dari Rp 1,4 triliun) dan digaji Rp 273 miliar per tahun, ada ekspektasi besar kepadanya.

Fan Chelsea pasti berharap Havertz yang direkrut dari Bayer Leverkusen, bisa membuktikan bila dirinya salah satu pemain muda terbaik Jerman. Bahkan juga di Eropa.

Pemain kelahiran 11 Juni 1999 ini memang telah meraih banyak penghargaan individu. Dari Bundesliga Player of The Month hingga masuk UEFA Champions League Breakthrough XI 2019.

Yang terjadi, anak muda dari kota kecil di Jerman, Aachen, ternyata kesulitan beradaptasi dengan tempat kerja barunya di kota sebesar London.

Kai merasakan, London sangat berbeda dengan Leverkusen. Di Leverkusen, dia disayang. Di negaranya dia mendapat proteksi. Bilapun media Jerman mengkritik, tidak sampai mem-bully.

Namun, di Inggris, dia sempat merasakan seperti bekerja di lingkungan kerja toksik. Bukan Chelseanya. Tapi, bagaimana media Inggris yang memang terkenal "cerewet", terus menghajar dirinya karena penampilan minimalisnya di lapangan.

Pelatih Chelsea kala itu, Frank Lampard sampai harus memberikan pernyataan khusus kepada wartawan untuk membela pemain mudanya itu.

"We must have patience with Havertz because he is a talent with a top quality that has come to this league," begitu kata Lampard dikutip dari Besoccer

Kala itu, akhir November 2020, Havertz yang kembali bermain usai pulih dari terpapar Covid-19, hanya bermain sekali dalam 6 laga Chelsea selama periode itu.

Kontribusinya masih minim. Tidak sesuai harapan. Karenanya, media Inggris lantas menyebutnya sebagai overrated alias terlalu dibesar-besarkan. Terlalu dihargai mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun