Dilansir dari badmintonindonesia.org, Kepala Bidang Hubungan Luar Negeri PP PBSI, Bambang Roedyanto menyebut Indonesia kala itu menolak karena menganggap BWF ingin mengubah format secepat mungkin.
Pasalnya, uji coba sistem skor baru tersebut hanya diberlakukan di tiga atau empat turnamen kecil. Lantas, langsung diterapkan. Padahal, saat itu kualifikasi Olimpiade 2020 akan dimulai.
Nah, PP PBSI khawatir, bila menggunakan format baru, para pemain tidak punya banyak waktu untuk beradaptasi. Sementara taruhannya adalah 'tiket' ke Olimpiade.
Alasan lain yang membuat PBSI menolak, BWF saat itu juga mengajukan usulan tidak boleh ada pelatih yang mendampingi saat pertandingan.
Selain Indonesia, beberapa negara lainnya juga ikut menolak. Mereka maunya pembahasan tentang format baru itu dilanjutkan setelah Olimpiade.
Namun, setelah melakukan rapat dengan pengurus dan pelatih, PBSI berkesimpulan bahwa ternyata format sistem skor 5x11 tersebut akan cocok bagi bulu tangkis ke depannya.
Bahkan, PBSI menilai perubahan sistem skor akan membawa dampak positif bagi kemajuan olahraga tepok bulu. Bukan hanya bagi pemain, tetapi seluruh pihak yang terlibat di dalamnya.
Pertimbangan itulah yang membuat PBSi mantap mengajukan kembali wacana perubahan skor 5x11 untuk mengganti format 3x21.
"Tentunya setelah Olimpiade mendatang. Dimulai Januari 2022 dan uji coba selama satu tahun di seluruh level turnamen. Setelah satu tahun, kami juga mengusulkan harus ada feedback dari para pemain," tegas Rudy dikutip dari badmintonindonesia.org.
Penentuan keputusan apakah format skor bulu tangkis akan berubah atau tidak, sangat mungkin akan terjadi pada Mei nanti.
Ya, permintaan perubahan sistem skor ini akan dibawa ke agenda Rapat Tahunan BWF pada tanggal 21 Mei 2021 untuk didiskusikan. Mekanisme pengambilan keputusan melalui voting para anggota BWF.