Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Film "Susi Susanti: Love All", Tunggal Putri Ludes, dan Cerita H2 Thailand Open

14 Januari 2021   09:32 Diperbarui: 14 Januari 2021   10:06 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susi Susanti ketika berfoto bersama pebulutangkis tunggal putri Indonesia plus pelatih Minarti Timur. Gregoria Mariska (paling kanan) dan Ruselli Hartawan (kiri) langsun tersingkir di putaran pertama Thailand Open 2021. Pecinta bulutangkis berharap mereka bisa berprestasi seperti Susi/Foto: badmintonindonesia.org

Awal tahun 2021 lalu, film biopik "Susi Susanti-Love All" yang diangkat dari kisah pebulutangkis tunggal putri legendaris Indonesia, Susi Susanti, diganjar Piala Citra 2020.

Laura Basuki, sang aktris pemeran Susi Susanti, terpilih jadi pemenang Pemeran Utama Perempuan. Film ini juga mendapatkan nominasi kategori film terbaik dan 12 nominasi untuk kategori lainnya.

Sekadar mengira-ngira, ketika Daniel Mananta dan Reza Hidayat memproduseri film yang mengisahkan perjalanan hidup Susi Susanti hingga meraih medali emas Olimpiade 1992 di Barcelona, saya yakin tujuannya bukan sekadar demi meraih penghargaan.

Saya yakin, ada harapan lain yang ingin dicapai dalam pembuatan film ini. Bila boleh menerka, Daniel-Reza ingin agar masyarakat Indonesia lebih bisa mengapresiasi perjuangan para atlet yang telah mengharumkan nama bangsa di kancah dunia.

Termasuk harapan agar atlet-atlet bulutangkis Indonesia, utamanya di sektor tunggal putri, bisa mereplikasi kegigihan, semangat pantang menyerah, dan berprestasi di tingkat global seperti halnya Susi Susanti.

Para pemain tunggal putri di Pelatnas PP PBSI seperti Gregoria Mariska, Ruselli Hartawan, Fitriani hingga mereka yang masih belasan tahun seperti Putri Kusuma Wardani dan Stepanhie Widjaja, diharapkan bisa tumbuh menjadi "Susi Susanti Baru".

Harapan yang entah sampai kapan akan kesampaian. Sebab, meski sudah hampir berlalu 29 tahun sejak Susi mengalahkan Bang Soo-hyun di final tunggal putri Olimpiade 1992, belum ada lagi tunggal putri Indonesia yang meraih prestasi serupa di Olimpiade.

Jangankan juara di Olimpiade ataupun di level Asian Games, untuk bisa melihat tunggal putra Indonesia naik podium juara di level turnamen BWF World Tour saja, susahnya seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Tunggal putri Indonesia tersingkir cepat di Thailand Open 2021

Padahal, sejumlah pembenahan sudah dilakukan oleh PP PBSI demi memoles tunggal putri. Di antaranya mendatangkan Rionny Mainaky sebagai pelatih.

Rionny sebelumnya berhasil memoles tunggal putri Jepang seperti Nozomi Okuhara dan Akane Yamaguchi menjadi pemain yang berprestasi di tingkat dunia. Okuhara (25 tahun) pernah jadi juara dunia 2017 dan Yamaguchi (23 tahun) jadi juara Asia 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun