Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PHK, Pesangon, dan Skema "Jaminan Kehilangan Pekerjaan"

30 September 2020   10:07 Diperbarui: 30 September 2020   11:19 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemberian pesangon. Skema JKP menjadi komitmen pemerintah menjamin hak hidup buruh yang terkena PHK/Foto: Republika.co.id

Dalam beberapa pekan terakhir, saya mendadak akrab dengan cerita pemutusan hubungan kerja (PHK). Ada beberapa kawan yang bekerja di media, bercerita kepada saya bila pada September ini mereka dirumahkan.  

Mereka bercerita panjang lebar perihal situasi media di masa sulit sekarang ini, alasan perusahaan melakukan PHK kepada pekerjanya, pesangon yang mereka terima, hingga rencana yang akan dilakukan setelah jadi 'pengangguran'.

Terseok-seoaknya industri media di masa pandemi memang menyebabkan tidak sedikit perusahaan media yang melakukan PHK terhadap karyawannnya. Ada banyak media yang tengah 'sakit' kondisi finansialnya.

Bisa jadi karena sepinya pemasang iklan di masa pandemi, sehingga pendapatan berkurang. Sebab, pendapatan dari iklan, selama ini memang menjadi pemasukan terbesar bagi media. Nah, bila itu lesu, bagaimana bisa media menggaji pekerjanya?

Bila begitu, PHK pekerja menjadi pilihan. Ada juga media yang menerapkan "potong gaji" alias gaji karyawannya tidak lagi dibayarkan penuh seperti dulu. Tentu saja, tidak semua pekerja senang dengan keputusan itu. Meski, mereka hanya bisa pasrah.

Kabar pekerja media banyak yang menjadi pengangguran itu menambah daftar panjang jumlah pengangguran yang bertambah akibat adanya pandemi di negeri ini. Sebelumnya, sudah ada jutaan orang yang mendadak menganggur alias tidak punya pekerjaan tetap.

Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Bicara pesangon bagi pekerja ini, rasanya menarik bila dikaitkan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang tengah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Kabar terbaru, Banleg DPR-RI dan pemerintah telah menyepakati skema pembayaran pesangon di RUU Cipta Kerja dalam rapat daftar inventarisasi masalah (DIM) yang digelar pada Minggu (27/9) malam.

Melansir dari Republika, dari rapat itu, jumlah pesangon yang dibayarkan sebanyak 32 kali gaji. Jumlah 32 kali itu akan dibayarkan oleh pihak pemberi kerja dan pemerintah.

Jumlah besaran pesangon di RUU Ciptaker ini sebenarnya sama dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang juga sebanyak 32 kali gaji. Namun, yang membedakannya adalah soal siapa yang memberikan pesangon itu.

Di RUU Ciptaker, saat melakukan PHK, pemberi kerja wajib membayar pesangon sebesar 23 kali gaji. Sedangkan pemerintah membayar 9 kali gaji melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Bila dibandingkan dengan UU 13/2003, angka tersebut meringankan beban yang harus dibayar pengusaha atau pemberi kerja.

Menurut Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas, angka ini merupakan kesepakatan jalan tengah. Maksudnya, di satu sisi memberi keringanan pada pengusaha. Di lain pihak, hak-hak pekerja dan buruh terkait pesangon juga tidak berkurang.

"Ini bermanfaat bagi kedua belah pihak (pemberi kerja dan pekerja). Itulah yang kita sepakat," ujar Supratman Andi Agtas seperti dikutip dari Republika.

Dalam rapat tersebut, Baleg sempat mempertanyakan permasalahan soal alasan atau syarat dilakukan PHK atau pemberian pesangon.

Melansir dari CNCBIndonesia, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi selaku perwakilan pemerintah menyatakan, data dari Kementerian Ketenagakerjaan, bahwa kebanyakan perusahaan tidak mematuhi aturan pembayaran pesangon sesuai UU 13 tahun 2013.

Ada 66% yang tidak patuh ketentuan UU. Lalu, 27% patuh parsial dalam arti karyawan menerima pesangon, tapi tidak sesuai haknya. Hanya ada 7% yang patuh.

Karenanya, merujuk hal itu, pemerintah mengusulkan adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini diklaim dapat melindungi hak-hak karyawan yang terkena PHK, mulai dari benefit bantuan uang tunai, pelatihan, hingga informasi soal pekerjaan.

"Kami usulkan ada program baru, Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Ini mesti dapat dilaksanakan dengan cepat. Kenapa perlu? Program ini memberikan benefit bagi mereka yang kena PHK dengan 3 manfaat. Cash benefit, semacam gaji atau upah tiap bulan, bisa berapa bulan sesuai kesepakatan di sini," papar Elen dikutip dari detik.com.

Menurutnya, skema JKP ini sebagai bentuk komitmen pemerintah menjamin hak hidup buruh yang terkena PHK. Hak hidup yang diberikan pemerintah dalam berbagai bentuk antara lain seperti transfer dana kas atau dana tunai perbulan sampai pekerja PHK memperoleh pekerjaan.

Hingga akhir September ini, klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja dinyatakan tuntas dibahas dan disepakati oleh pihak DPR RI dan pemerintah. Adapun yang disepakati di antaranya soal sanksi akan kembali menggunakan pengaturan di UU eksisting (UU nomor 13 tahun 2003), pencabutan upah minimum padat karya dari RUU Cipta Kerja, sementara upah minimum kabupaten/kota tidak.

Merespons rapat tersebut, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Indra Munaswar menyoroti perihal dimasukannya skema jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) ke dalam Omnibus Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja. Menurutnya, skema JKP tersebut hanya pemberi harapan palsu (PHP) bagi para pekerja.

Dia malah menyebut perusahaan tidak akan merekrut pekerja berlama-lama. Sebab menurutnya, paling lama seseorang hanya akan dikontrak paling lama 11 bulan. Bila seperti itu, pekerja tidak bisa mendapat masa kerja lebih dari satu tahun.

"Itu yang menjadikan akhirnya JKP itu hanya mimpi saja, enggak bisa menjadi kenyataan," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah menyebut bahwa adanya skema JKP tersebut untuk menyelesaikan persoalan pesangon yang selama ini dinilai merugikan pekerja.

Meski, terkait pesangon tersebut, justru yang selama ini dianggap mempersoalkan adalah perusahaannya. Perusahaan ketika menerima pekerja, dituding tidak mencadangkan anggaran per bulannya untuk pesangon.

Pada akhirnya, mendengar curhatan kawan-kawan yang baru saja di-PHK, pesangon untuk pekerja itu sangat penting. Terlebih bagi mereka yang tidak punya 'pekerjaan sampingan. Pesangon itu akan penting bagi mereka untuk memulai 'kehidupan baru'.

Karenanya, sebagai warga, kita berharap pemerintah bisa merumuskan jalan terbaik untuk mengatur pesangon bagi para pekerja ketika mereka dirumahkan. Sehingga, mereka mendapat 'jaminan hidup' di masa sulit ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun