Pertama adalah penampilan Liverpool di pekan perdana Liga Inggris musim 2020/21 pada akhir pekan kemarin. Kita tahu, Liverpool menang 4-3 atas tim promosi, Leeds United. Namun, dari sisi kolektivitas permainan, Liverpool tidak lebih baik dari Leeds.
Data statistik yang dipajang di website resmi Liverpool menunjukkan, Leeds United lebih unggul dalam penguasaan bola sebesar 51,2 persen. Leeds juga unggul dari Liverpool dalam "duels success rate" sebesar 55,7 persen.
Itu menjadi 'alarm' peringatan bagi Liverpool. Bahwa, Liverpool yang tetap mengandalkan pemain-pemain musim lalu, membutuhkan wajah baru. Utamanya pemain bertipikal "nomor 6".
Yakni pemain yang bisa mengatur permainan dari tengah, mampu menguasai bola, dan melepas umpan kunci kepada para penyerang. Nah, Thiago memenuhi semua kualifikasi itu.
Kemenangan "susah payah" dari Leeds itu juga menjadi sinyal bahwa Liga Inggris musim 2020/21 tidak akan semudah musim lalu ketika The Reds unggul sangat jauh dalam perolehan poin dari tim pesaing utama, Manchester City.
Dari laga melawan Leeds United itu, kita jadi bisa berandai-andai. Andaikan Liverpool tidak mendapatkan dua penalti di laga itu, mereka bisa saja kalah di pekan perdana. Sebab, pertahanan mereka sedang tidak tampil bagus.
Andaikan ketidakmampuan memenangi ball possession itu terjadi dalam pertandingan melawan tim-tim sesama pemburu gelar di pekan-pekan mendatang, bukan tidak mungkin Liverpool akan kalah. Sebab, tim-tim besar pastinya punya 'mesin gol' yang lebih berbahaya ketimbang yang dimiliki oleh Leeds.
Juergen Klopp belajar dari cerita masa lalu
Kedua, dengan mendatangkan Thiago, Liverpool berarti belajar dari masa lalu. Pelatih Liverpool, Jurgen Klopp pastinya paham, dalam beberapa tahun terakhir, rivalitas di Premier League sangat ketat.
Tim juara sangat sulit mempertahankan gelarnya. Terlebih bila mereka masih mempertahankan jurus lama yang membuat mereka juara. Di musim baru, jurus yang sebelumnya dahsyat itu, tidak lagi mematikan.
Simak data berikut. Di Liga Inggris musim 2014/15, Chelsea menjadi juara bersama Jose Mourinho. Semusim berikutnya, Chelsea tercecer di peringkat 10. Yang terjadi, Mourinho dipecat di tengah kompetisi.