Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"New Normal" bagi Pekerja Media, Bagaimana Penerapannya?

21 Mei 2020   11:13 Diperbarui: 23 Mei 2020   05:56 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begini cara pekerja media di Jerman menjalankan pekerjaannya--theathletic.com

Dari survei itu, profesi wartawan cenderung mengalami depresi dan kejenuhan umum di tengah pandemi virus corona yang melanda Indonesia. Bahkan, tingkat depresi wartawan lebih tinggi dari tenaga kesehatan.

Melansir dari timesindonesia.co.id, disebutkan, ada sebanyak 45,92 persen wartawan mengalami gejala depresi. Sedangkan 57,14 persen wartawan merasakan kejenuhan umum di tengah pandemi virus corona yang saat ini melanda Indonesia.

"Terdapat 45,92 persen wartawan yang memiliki gejala depresi, jauh lebih tinggi dari tenaga kesehatan sebesar 28 persen," demikian dinyatakan tim survei CEDS FE Unpad dikutip dari timesindonesia.co.id.

Mengubah pola kerja pekerja media, mungkinkah?

Bagaimanapun, wartawan tidak akan bisa mengubah semua rutinitas pola kerja mereka di masa pandemi ini. Semisal semua proses mendapatkan berita dilakukan dari rumah. Mewawancara narasumber dari rumah dan menulis di rumah. 

Memang, dengan kecanggihan teknologi informasi yang ada sekarang, tugas wartawan kini menjadi lebih mudah. Semisal melalui wawancara lewat WhatsApp (WA) maupun melakukan wawancara narasumber melalui video call. Praktis. Juga aman.

Apalagi bila narasumbernya asyik. Semisal berkenan menulis jawaban dengan tulisan lumayan panjang. Sehingga, wartawan tinggal mengirimkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan via WA, lantas menunggu jawaban dari narasumber.

Masalahnya, tidak semua berita bisa ditangani dari rumah. Bagaimana dengan agenda jumpa pers yang dilakukan pejabat pemerintah di kantornya, semisal terkait penanganan Covid-19 di daerahnya?

Tentu saja, wartawan masih harus datang langsung ke lokasi. Mendengarkan pejabat menyampaikan statementnya, lantas bertanya. Dan tentu saja, dalam situasi seperti itu, mereka bertemu dan bersinggungan dengan banyak orang.

Belum lagi bila ada berita yang harus didatangi tempat kejadian perkara (TKP) nya. Semisal bila terjadi kecelakaan lalu lintas, kebakaran, maupun rekonstruksi tindak kejahatan. Tentu saja, wartawannya harus datang ke lokasi untuk mendapatkan berita dan cerita lengkapnya.

Nah, kejadian-kejadian seperti itu tidak bisa hanya dipantau dari rumah. Kecuali bagi 'wartawan pemalas' yang hanya tinggal meminta berita dari rekannya yang datang ke lapangan. Ataupun hanya menunggu 'berita rilis' dari instansi yang mengirimkan rilis.

"New normal" bagi pekerja media

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun