Sebab, meski terpikir untuk pindah kerjaan, tetapi masih dihantui kekhawatiran. Bagaimana bila kerjaan baru ternyata gajinya lebih kecil. Bagaimana bila bosnya juga nggak asyik. Bagaimana bila malah jadi jobless. Menganggur. Sementara dirinya sudah punya anak dan istri yang harus dinafkahi.
Pendek cerita, memiliki atasan yang tidak asyik, ternyata bisa berdampak besar dalam pekerjaan seseorang. Apalagi bila sudah merasa atasan tidak menyukai kita. Pemikiran semacam itu akan merusak. Sebab, karena merasa sudah tidak nyaman, orang bisa terpikir untuk mundur dari tempat kerjanya.
Nah, merujuk pada curhatan kawan itu, plus beberapa cerita kawan-kawan lainnya, saya lantas nekad mengambil kesimpulan. Bahwa, ketika tidak disukai atasan di tempat kerja, itu musibah.
Sebab, meski mungkin perasaan tidak disukai atasan itu sebenarnya sekadar sugesti, tapi banyak orang lantas "merusak dirinya sendiri" karena sugesti tersebut.
Padahal, bilapun benar atasan di tempat kerja tidak menyukai kita, itu bukanlah akhir dunia. Malah, itu bisa menjadi berkah. Itu bisa merupakan keberuntungan bagi kita. Kok bisa?
Di buku "How to Manage Your Boss, Developing The Perfect Working Relationship", penulis bernama Ross Jay menggambarkan seorang atasan di tempat kerja sebagai manusia biasa.
Atasan tersebut bisa memiliki dampak besar pada kepuasan kerja kita, kebahagiaan kita sehari-hari, beban kerja, dan tentu saja gaji Anda.
"Bosses are human, some good, some bad. If you're lucky they will be understanding, supportive, encouraging and inspiring. Then again they might be lazy, unmotivated, weak, over-emotional, sarcastic, rude, or just downright - well - bossy. But you're no powerless victim".
Begitu kata Ross Jay. Singkat kata, melalui buku itu, Ross ingin memberikan saran bagaimana mendekati atasan dengan cara yang benar untuk mendapatkan atensi terbaik dari atasan Anda.
Masalahnya, tidak semua orang beruntung mendapatkan atasan yang mau memahami dan mendukung, bahkan menginspirasi kita. Sebaliknya, ada atasan yang justru menjaga jarak dengan kita. Tidak suka dengan kita. Entah karena penampilan, kinerja, atau karena sebab lainnya. Semisal tidak suka kita tanpa alasan. Titik.
Lalu, bagaimana harus bersikap menghadapi atasan yang "dislike" kita
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan berbincang dengan sosok menyenangkan. Dia seorang general manager human capital di sebuah perusahaan. Orangnya senang bercerita. Menuliskannya di akun media sosialnya.