Ganda Jepang bahkan unggul hingga 19-9. Lantas, menutup laga dengan skor 21-10 untuk lolos ke final.Â
Bagaimana reaksi Marcus/Kevin menyikapi kekalahan ini?
Dalam wawancara dengan Badminton Indonesia, Kevin mengakui bila Endo dan Watanabe bermain lebih baik dan bisa mempertahankan ritme permainan dari awal hingga akhir.Â
"Sebaliknya, kami malah masih banyak berubah-ubah. Pastinya kecewa dengan hasil ini. Intinya kami harus latihan lebih giat dan lebih keras lagi," ujar Kevin.
Marcus juga mengakui bila ganda Jepang tersebut memang tidak mudah dikalahkan. Pertahanan mereka sulit ditembus. "Kami sudah berusaha menyerang, tapi lawan memang nggak gampang mati hari ini.Â
Saya pribadi jadi nggak begitu percaya diri mainnya. Mau main bagaimanapun jadi nggak enak, nggak bisa lepas juga tadi karena kepikiran terus," lanjut Marcus seperti dikutip dari Badminton Indonesia.
Kombinasi ganda putra Jepang yang satu ini memang unik. Endo yang seangkatan dengan Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan, bermain lebih kalem dengan mengandalkan penempatan bola.Â
Sementara Yuta yang 10 tahun lebih muda darinya, bermain energik dengan memiliki smash dan defend yang sama bagusnya.
Watanabe juga bisa dibilang pembuka "kran rezeki" bagi Endo yang 10 tahun lebih tua darinya. Endo dulu bermain dengan Kenichi Hayakawa.Â
Mereka dikenal sebagai spesialis runner-up. Bayangkan, tujuh kali masuk final super series, semuanya berakhir runner-up. Termasuk kekalahan di final All England 2014 dari Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.
Di final, Endo/Watanabe akan bertemu dengan Hendra/Ahsan yang kemarin mengalahkan ganda Taiwan, Lee Yang/Wang Chi Lin, 21-14, 21-9. Hendra/Ahsan berhasil revans setelah sebelumnya kalah dari Lee/Wang di penyisihan grup.
Menariknya, Hendra/Ahsan yang tahun ini selalu kalah dari Marcus/Kevin, justru bisa menang kala melawan Endo/Watanabe.Â