Seharusnya, pekan ini menjadi periode tenang bagi Liga Inggris. Kompetisinya jeda sejenak. Karena jadwal international match day, tim-tim Premier League libur tidak tampil.
Namun, ketenangan periode tenang itu mendadak pecah bak suara warga berteriak ada maling di tengah kesunyian malam. Adalah kabar pemecatan manajer/pelatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino pada Selasa (19/11) malam waktu Inggris atau Rabu (20/11) waktu Indonesia yang membuat bising.
Siapa sangka, Pochettino yang pada lima bulan sebelumnya, menjadi orang pertama yang membawa Tottenham ke final Liga Champions, ternyata kini kehilangan pekerjaannya. Padahal, usai kalah dari Liverpool di final tersebut, pelatih asal Argentina ini sempat menyampaikan hasratnya untuk kembali (ke final) tahun depan. Eh ternyata.
Memang, kabar pemecatan pelatih seperti ini bukanlah hal baru di Liga Inggris. Sebelumnya, sudah banyak kabar seperti ini. Korbannya juga nama-nama top yang tidak asing di telinga kita. Malah, ada yang sebelumnya sukses meraih trofi. Membawa klubnya juara. Tapi toh dipecat juga oleh klubnya.
Sebut saja Roberto Di Matteo (Chelsea) yang pernah membawa Chelsea juara Liga Champions untuk kali pertama di tahun 2012, lalu Claudio Ranieri yang membawa Leicester City juara Liga Inggris untuk kali pertama di musim 2015/16.
Termasuk Jose Mourinho yang memberikan trofi untuk Chelsea dan Manchester United. Mereka pernah merasakan pemecatan setelah menikmati kejayaan.
Tapi memang, pemecatan Pocchettino bikin kaget. Sebab, sebelumnya, terlepas dari penampilan Tottenham yang kurang bagus di awal musim 2019/20 dengan hanya meraih tiga kemenangan dan lima kali imbang dari 12 laga Premier League, publik Inggris masih beranggapan, manajamen Spurs masih memberikan waktu untuknya.
Eh ternyata.
Pelatih kini bekerja dalam situasi bahaya
Menyoal pemecatan Pochettino ini, saya jadi teringat dengan ungkapan Italia berbunyi "vivere pericoloso". Merujuk pada makna aslinya, vivere bermakna hidup. Dan, pericoloso artinya berbahaya. Jadi, maknanya kurang lebih "hidup yang berbahaya".
Dua kata itu pernah populer ketika menjadi judul dalam pidato kenegaraan terkenal Bung Karno, yakni "Tahun Vivere Pericoloso" yang disampaikan pada peringatan HUT ke-19 Republik Indonesia, 17 Agustus 1964.
Presiden keempat RI, almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, juga pernah menyinggung makna vivere pericoloso itu. Menurut Gus Dur, vivere pericoloso adalah orang-orang yang bekerja di dekat tungku perapian besar. Di mana, mereka akan selalu berada dalam kondisi bahaya. Sekali saja lengah, nasib mereka akan tamat.