Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Lewat Ucok dan Melati, Indonesia Akhirnya Temukan "Jurus" Taklukan XD Juara Dunia

19 Oktober 2019   07:29 Diperbarui: 19 Oktober 2019   09:46 1439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga hari ini, saya percaya pada 'teori': akan selalu ada yang pertama di olahraga. Bahwa, di lapangan olahraga, apapun bisa terjadi. Meski mungkin awalnya dianggap mustahil. Kalau kata bahasa orang luar negeri sana, impossible is nothing. Terlebih di olahraga seperti bulutangkis yang tingkat rivalitasnya nyaris tanpa disparitas.

Saya percaya, seorang pebulutangkis selalu punya kesempatan untuk mengalahkan pemain lainnya. Sekalipun pebulutangkis tersebut memiliki rekor buruk selalu kali kalah ketika menghadapi pemain tertentu.

Contoh paling nyata terjadi di panggung All England 2019 pada Maret lalu. Sampean (Anda) mungkin masih ingat siapa juara di sektor tunggal putri. Juaranya adalah pebulutangkis Tiongkok, Chen Yufei. Dia jadi juara setelah mengalahkan juara bertahan asal Taiwan, Tai Tzu-ying (TTY) yang kala itu memburu hat-trick gelar All England.

Nah, Chen Yufei ini sebelumnya tidak pernah menang bila melawan TTY yang merupakan tunggal putri rangking 1 dunia. Dalam 11 pertemuan, Yufei yang berusia 21 tahun, selalu kalah. Diantaranya yang paling diingat di final Indonesia Open 2018 dan final Kejuaraan Asia 2018.

Yang terjadi, Chen Yufei mengalahkan TTY untuk kali pertama. Istimewanya, itu terjadi di final kejuaraan bergengsi sekelas All England. Salah satu momen dramatis di lapangan olahraga pada tahun ini.

Saya mengambil pengandaian kisah rivalitas Chen Yufei dengan Tai Tzy-Ying itu untuk menggambarkan kisah rivalitas lainnya di bulutangkis yang juga nyaris sama. Yakni kisah yang melibatkan ganda campuran Indonesia, Praveen "Ucok" Jordan dan Melati Daeva Oktavianti dengan ganda campuran terbaik Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong.

Kisah "pecah telur" Ucok/Melati yang sebelumnya selalu kalah dari Siwei/Yaqiong

Sama seperti rivalitas Chen Yufei dan TTY dulu, Ucok/Melati juga seperti mengalami "kutukan" ketika bertemu Siwei/Yaqiong yang merupakan ganda campuran rangking 1 dunia. World number one.

Dalam enam kali pertemuan, Ucok/Melati tidak pernah menang. Mereka seperti kesulitan menemukan "jurus" untuk mengalahkan ganda campuran juara dunia 2018 dan 2019 yang bak menjadi "monster mengerikan" bagi siapapun XD (ganda campuran) Indonesia.

Ucok/Melati pernah sangat dekat bisa mengalahkan Siwei/Yaqiong di semifinal All England 2019. Kala itu, mereka menang di game pertama dan sudah mendapatkan match point 20-18 di game kedua. Siapa sangka, Ucok/Melati malah kurang sabar. Yang terjadi, poin mereka terkunci di angka 20. Kalah 20-22. Lantas, takluk di game ketiga.

Toh, kembali ke kalimat pembuka tulisan ini. Bahwa, selalu ada yang pertama di olahraga. Selalu ada kesempatan bagi Ucok/Melati mengalahkan pasangan Tiongkok itu. Sebab, jarak kualitas mereka sejatinya tidak berjarak seperti bumi dan langit. Cuma, ketenangan bermain mereka saja yang berbeda. Ucok/Melati masih sering bermain 'jorok' dengan membuat banyak error sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun